Untuk yang ketiga kalinya gue mengunjungi om gue, kakak ipar Papa, di rumah sakit. Sejak masuk rumah sakit minggu lalu hingga saat ini, om gue belum sadar dan masih dirawat di ruang ICU. Di usianya yang ke-71, om gue harus terbaring lemas di rumah sakit dan tidak sadarkan diri dan dari suara nafasnya terdengar seperti ia mengerang kesakitan.
Setiap kali datang berkunjung, gue selalu kepikiran that it could be me lying on the bed, maybe in 50 years ahead. Dan seketika ada rasa takut yang menjalari tubuh gue. Iya, gue takut bahwa gue akan seperti itu suatu hari nanti. Feeling the pain and dying... Unimaginable. It was until I had a dream the other night. Di mimpi itu gue menderita sakit parah dan divonis bahwa hidup gue tak akan lama lagi. Di mimpi gue ada Mama dan gue bisa melihat betapa sedihnya Mama. How does it feel to lose a child? Gue juga bisa merasakan ketakutan gue sendiri. I was dying... in pain... and scared. Thanks God it was only a nightmare.
Barusan gue melayat ke rumah duka karena ada teman gerejanya Mama yang meninggal. Dan sama seperti ketika gue melihat om gue terbaring lemah tak berdaya, gue juga berpikir that one day it could be me lying there, not breathing, entah besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau bertahun-tahun kemudian. How many people will come to see me for the last time? To say their last goodbyes? Will my friends be there? Will my family cry? Sekali lagi gue merasa ketakutan membayangkan jika hal itu terjadi.
Hari Jumat kemarin, setelah bertahun-tahun kemudian, kota kelahiran gue untuk yang kedua kalinya heboh karena isu tsunami. Kali ini karena imbas dari tsunami Jepang (my pray for people in Japan.) Bisa diabayangkan betapa paniknya orang-orang. Semuanya ketakutan dan berusaha menyelamatkan diri beserta keluarganya ke dataran yang lebih tinggi. Setiap orang berusaha menghubungi kerabat atau sanak saudaranya untuk segera mengungsi atau sekedar mencari tahu kabar dari mereka. Kepanikan melanda dan menjangkiti setiap orang, jalanan macet parah dan ada tim SAR di mana-mana, yang justru menurut gue malah menambah kepanikan dan ketakutan.
Gue dan keluarga tentu juga ketakutan. Untungnya rumah gue berada di daerah yang cukup tinggi. Masalahnya adalah Bontot sendirian dan kost-nya hanya berjarak beberapa meter dari pesisir pantai. Jelas gue jadi semakin ketakutan. Takut dia kenapa-kenapa. Jadi hari itu, begitu mendapat kabar dari seorang kerabat, gue langsung menuju kost Bontot. Syukurlah bahwa semuanya ternyata baik-baik saja. Even now, people are making fun of it.
What I'm telling here is that everyone has fears... fear of pain, fear of dying, fear of losing a significant one, fear of leaving someone, or even fear of being alone. Somehow, no matter how much fear we endure, we'll have to face it. Just face it and maybe it'll get better in time... Well, who knows what future holds after all?
5 comments:
Salah satu ketakutan gw,,, kalo gw gak ada waktu buat baca blog u ci.... :) heheheh...
Halah bisa aja ini anak. Eh, mana angpao lo? Sini buat gue aja... hihihi
udah abis ci... telat bgt ingetinnya... Taon depan aja yah... hahahaha...
o yehh ... komen gue beneran dari hati itu... tidak mengada-ada... hehhehe...
Yeh asem. Taon depan pokoknya udah gw booking angpao lo... Hahahaha
Post a Comment