Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Friday 26 July 2013

Do I like Melbourne?

Minggu ini sudah masuk minggu ketiga aku berada di Melbourne, dan minggu pertama kuliah dimulai. So far, kelasnya lumayan, dosennya asik (mungkin belum ketemu aja sama yang killer - hope not! *knock wood*), kampusnya luas dan tersebar di seputaran CBD. Ada 2 dari 4 mata kuliah yang aku ambil, yang kuliahnya sudah dimulai. 

Excited? Yes. Mulai lagi deh masa-masanya ngebut bikin tugas, atau bergadang hingga larut, belajar demi ujian. Tapi tahu, tidak? Dari keempat mata kuliah yang aku ambil itu, tiga di antaranya tidak ada ujian. Uhuy! Jadi nilainya hanya diambil dari tugas saja. Sementara satu mata kuliah yg ada ujiannya, ujiannya itu tipenya "take-home exam", alias ujiannya dibawa pulang ke rumah, dikerjakan di rumah atau di manapun saja, sendiri atau dikerjakan bersama teman, lalu dikumpulkan seminggu kemudian. Hehehe. 

Lalu pengalaman lainnya? Hmmm... It's just the cold that I can't bear still, and might never will. Ever. Kulit wajah mengelupas? Check. Nosebleed? Langganan (ups, malam ini enggak kok, Yang. Hehehe). Bibir pecah-pecah? Untungnya enggak. Ketemu pengemis? Sering. Iya, di sini ada pengemisnya bok. Gayanya sih ya nggak compang-camping amat, dan ngemisnya juga sok cool gitu. "Excuse me, do you have a change? A dollar?" Waduh, maaf. Eike ini international student, baru datang pula. Dibilang pelit? Biarin! (Don't you know that we, international students, have to pay full fare for public transportation? While the local students pay only half price, and here you're asking for a dollar? Sorry, man!) Jadi pelit aku kalau di sini. And then culture shock? Definitely. Akan aku ceritakan itu nanti, kapan-kapan. Racism? Happened once - yeah, it does still exist - but not to me, thankfully. Cuma sekedar jadi saksi mata. 

Last Saturday, aku jalan bersama seorang teman lama. Dulu sempat satu kampus, tapi dia hijrah ke Australia tahun 2005 dan sekarang sudah menjadi warga negara Australia. Bersama adiknya, yang juga baru mulai kuliah di sini, kami bertiga jalan-jalan ke Springvale. Sebuah suburb yang dipenuhi orang-orang Asia. Kebanyakan China dan Vietnam sih. Shopping center-nya, Springvale Shopping Center, persis kebanyakan pasar di Asia: semrawut. Tapi sih isinya lengkap banget, mulai dari berbagai jenis daging, seafood, ikan, sayuran, dan makanan-makanan asal Cina. Oh, aku menemukan sayur kangkung (harganya 2 dolar seikat). Banyak juga restoran Chinese food dan masakan Vietnam, dan deretan toko-toko yang mirip toko-toko di ITC Mangga Dua dan saudaranya, Glodok. Pokoknya sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah kepala berambut hitam. 

Kemudian kembali aku berpetualang menuju bagian lain dari Victoria. Another suburb. Mooroolbark. Demi job interview. Jauh? Banget. Lumayan sih, karena aku muter-muter dulu, dua kali ganti kereta. Padahal kalau dari suburb di mana aku tinggal, ternyata cukup dua kali ganti bis. Lesson learned lah ya... 

So, do I like Melbourne? Hmmm... I don't know yet. But I precious the experience of coming here and get to meet people from around the world - and by "world" I mean China, Vietnam and India, get to see some new things and do things differently. But maybe I'll grow fonder for this city. 

It's just the homesick that sometimes makes me feel alone...

Saturday 13 July 2013

Here I am

Hola!!! Hehehe... Yup, akhirnya aku berada di Australia, Melbourne tepatnya. Hampir seminggu sejak aku pertama tiba di sini. Masih ada banyak hal yang harus kupelajari dari tempat ini, termasuk juga beradaptasi dengan lingkungan, orang-orang sekitar serta budayanya. Apalagi adaptasi soal makanannya. Memang susah deh kalau perutnya perut Asia, carinya nasi melulu. Hehehe. 

Anyway, tiba di sini aku benar-benar sendirian. Untuk pengalaman yang pertama kalinya, bisa dibilang nekat juga. Tiba di Bandara Internasional Melbourne, pasang tampang mahasiswa-internasional-yang-sudah-sering-pergi-pulang melewati custom yang katanya super ketat. Setelah antrian panjang yang memakan waktu kurang lebih satu jam, akhirnya aku menghirup udara Melbourne yang dinginnya menusuk hingga tulang (lebay). Lalu aku segera menyusup ke dalam antrian taxi dan 45 menit kemudian aku tiba di alamat yang dituju. Sampai di situ semuanya berjalan lancar. 

Esok harinya, dengan berbekal kenekatan, sepenggal informasi dari sang pemilik rumah dan doa sebelum berangkat, aku menuju stasiun kereta. Untunglah sang pemilik rumah juga hendak berangkat kerja. Maka dia yang mengantarku ke stasiun karena sebetulnya aku harus naik bis sekali untuk ke stasiun kereta. Dari stasiun kereta, katanya, aku harus turun di stasiun Melbourne Central lalu cukup berjalan kaki sedikit menuju kampusku. Ok, gampang kalau begitu, batinku. Tiba di Melbourne Central, dengan hanya mengikuti papan petunjuk arah, aku menuju pintu keluar ke Swanston St. Berhasil! Ingin rasanya aku mengarahkan tinju ke udara saking senangnya (lebay kuadrat). Hahaha... Selanjutnya aku hanya berpatokan pada Map dari ponselku, dan akhirnya aku tiba di kampusku. 

Selesai dengan urusan administrasi dan registrasi beserta tetek-bengek yang diwajibkan pihak universitas bagi setiap mahasiswa internasional, aku kembali menyusuri kawasan sekitaran kampus, yang disebut sebagai City. Kali ini tujuanku adalah supermarket Big W yang terletak di QV Building, hanya demi membeli soket internasional karena, para pembaca, ternyata colokan di sini berbeda. Di sini menggunakan soket tiga mata yang gepeng, sementara semua charger-ku bermata dua. Berhubung aku masih buta arah dan jalan, yang terjadi adalah aku mengelilingi berblok-blok demi mencari supermarket yang ternyata hanya berada tepat di samping kampusku. Ih, Map di ponselku ini malah membawaku jalan-jalan nyaris setengah kawasan CBD. Bayangkan, hanya demi benda sekecil soket dengan harga AUD 9.5 aku mengelilingi CBD dalam keadaan kedinginan. 

Tujuan terakhirku adalah Commonwealth Bank. Ini penting sekali demi kelangsungan hidupku selama berada di sini. Jadi kembali lagi aku berkeliling mencari kantor cabang terdekat. Dan sekali lagi aku dibuatnya memutari jalan terjauh padahal kantor cabang terdekat berada tepat di samping gedung perpustakaan yang tadi kumasuki. Doeng banget ga sih? Hehehe. Semua urusan untuk hari itu beres sudah. Hati lega. Apesnya, syalku ketinggalan di sana. Erk! Yasudah, relakanlah. 

Hampir seminggu dan aku sudah mulai terbiasa dengan transportasi umum di sini. Sudah lumayan tahu rute-rutenya, walau baru seputaran tempat tinggal dan kampus. Apalagi setelah bertemu teman lamaku yang sudah lebih dulu tinggal di sini, K, aku jadi tahu sedikit mengenai apa saja yang ada di Melbourne. 

Hari ini tidak banyak yang sudah kulakukan, selain bangun tidur, nge-Line pacar (eh iya, sekarang aku punya pacar. Hehehe... Ceritanya nanti yaaa...), makan, mandi, tidur, bangun lagi. Sempat job-searching juga sih. Tapi berhubung TFN-ku belum ada, tidak banyak yang bisa kulakukan. Dan kabar buruknya, charger laptopku ketinggalan di rumah, di Indonesia. Garuk-garuk dinding deh. Itulah sebabnya mengapa aku tidak bisa meng-update blog setibanya di sini. 

Dengan berada di sini, artinya satu mimpiku terwujud. Namun bukan berarti perjuanganku berakhir sampai sini. Malah bisa jadi itu baru awalnya saja. Dan salah satunya adalah menghadapi homesick. Hehehe... Kangen berat sama rumah nih. Tapi untunglah sudah sedikit terobati setelah ngobrol melalui Skype dengan orang rumah. Jeleknya, mereka malah pamer kalau mereka makan bakpao. Aaaa, tega!!! Hikh... Bakal tidur sambil bermimpi bakpao nih (lebay kubik).