Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Saturday 10 November 2012

Getting Detach

Dalam sebuah obrolan melalui BBM dengan Nita, temanku, dia memberitahukan satu hal kepadaku, yaitu mengenai 'melepas kemelekatan', yang kuartikan sendiri sebagai 'getting detach'. Aku jadi ingat akan kenangan masa kecilku tentang aku dan si dot. Iya, dot yang diemut-emut itu. Aku benar-benar melekat dengan dot masa kecilku yang warnanya kuning itu sampai-sampai aku tidak akan bisa tidur tanpa mengemutnya. Tanpa dot, aku tidak akan sanggup hidup, dan si dot pun hanya akan tergeletak tak berdaya dan kesepian di dalam kulkas jika tidak kuemut (yang ini hiperbola banget deh). Maka tidak heran jika kami berdua tak terpisahkan sampai aku duduk di kelas 3 SD. Hingga akhirnya di suatu malam, orang tuaku memutuskan bahwa sudah saatnya aku lepas dari dot kuningku itu, dan tanpa berperikedotan mereka membuang si dot kuning di tengah malam nan gelap. Akupun menangis histeris karena kehilangan belahan mulutku (iya, kan diemut dimulut ya) malam itu dan malam-malam selanjutnya.

Kalau bukan karena keputusan orang tuaku untuk membuang si dot kuning, maka mungkin saja sampai aku menginjak usia yang tidak wajar lagi untuk mengemut dot, maka aku tidak akan sanggup melepas kemelekatanku dengan si dot kuning. Meskipun awalnya sangat sulit untuk membiasakan diri tidur tanpa dot kuning kesayanganku itu, tapi lama-kelamaan aku mulai terbiasa hidup tanpa si dot. Sama seperti sekarang, setelah aku tumbuh menjadi dewasa tanpa sadar aku kembali melekatkan diriku dengan berbagai hal. Bahkan ketika kelekatanku itu justru membuatku kerepotan, kelimpungan, atau bahkan mendadak masokis, tapi aku tidak sanggup lepas dari kemelekatan itu. Aku terlalu melekat dan baru aku sadar itu sungguh sangat tidak baik bagi diriku sendiri.

Beruntung aku diingatkan oleh temanku itu bahwa ada hal-hal yang harus aku sendiri lepaskan. Berbeda dengan kisahku dngan si dot kuning yang memaksaku harus melepasnya, kali ini harus datang dari diriku sendiri. Aku sendiri yang harus mengambil keputusan. Tidak ada orang lain yang bisa melepasnya kecuali aku, juga tidak ada orang lain yang bisa memaksaku kecuali datang dari keinginanku sendiri. Mau tidak mau, pokoknya harus lepas. Bagaimanapun caranya, pokoknya harus lepas. Seberapa sulitnya pun, harus lepas. Harus dan harus, kalau aku benar-benar mau membebaskan diriku dari setiap rasa dan pikiran yang menyiksa karena kemelekatan itu.

Pada akhirnya, semasokis apapun aku, kuputuskan untuk perlahan melepas kemelekatanku pada beberapa hal. Awalnya sudah pasti tidaklah mudah. Sama seperti menyembuhkam patah hati. Tidak bisa langsung lepas. Namun trik yang kulakukan adalah perlahan untuk tidak memikirkan hal-hal yang membuatku melekat. Karena seperti magnet berbeda kutub yang saling tarik-menarik, pikiran dan kelekatan itu sungguh sangat erat. Dan sekarang perlahan aku mulai merasa bebas. Meskipun masih meninggalkan secuil sesak di dada, hal itu tidak lagi terlalu menyiksa sampai-sampai aku bisa lupa makan, atau tidur tidak nyenyak.

Setelah melepaskan diri sedikit demi sedikt, aku cukup tercengang dengan keputusan yang sudah kubuat. Karena jika aku masih melekatkan diriku, sudah pasti aku tidak sanggup melakukan apa yang hendak kulakuan. Oleh karenanya aku berterima kasih pada temanku itu atas sarannya. Many, many thanks to you, dear. Sekarang aku bisa fokus untuk menyelesaikan segala pekerjaan yang masih tertunda, serta mempersiapkan diri untuk keberangkatanku yang semakin singkat. Semoga semuanya berjalan lancar.

P.S. Don't I deserve a Kit Kat, Nit? *kode* Hahahaha...