Hari ini ulang tahun adikku, Si Tengah. Kami merayakannya dengan makan siang sederhana; mie goreng, sambal merah dan tak ketinggalan telur rebus yang kulitnya diberi pewarna merah, sebagai tanda umur panjang, sehat selalu dan bahagia. Setidaknya itu yang kukira arti dari kehadiran telur merah setiap kali ada yang ulang tahun di rumah kami.
Red is always a happy color, isn't it?
Selesai makan siang, aku menyelesaikan beberapa pekerjaan, lalu sorenya aku kembali berenang. Kali ini otot-ototku sudah lumayan terbiasa. Dibandingkan kemarin, sekalinya berenang satu putaran sudah membuatku ngos-ngosan. Kali ini aku bisa melakukan beberapa putaran tanpa henti di kolam yang panjangnya 25 meter. Dimulai dengan gaya bebas, dan ketika mulai kelelahan, aku menggunakan gaya dada. Itu lho, gaya yang mirip kodok berenang, makanya orang-orang menamainya gaya kodok. Tapi ya, di samping namanya yang lucu, aku lebih suka berenang dengan gaya itu. Orang boleh berkata itu gaya yang terlalu santai, tapi kenyataannya cukup melelahkan juga. Apalagi jika dilakukan tanpa henti. Aku suka dengan gaya itu karena tidak hanya menggunakan otot dada dan punggung, tapi juga otot kaki, paha dan pinggul pun ikut bergerak. Nah, merata, adil dan makmur bagi tubuh, kan?
Baiklah, jujur saja aku tengah penasaran mampus dengan gaya
butterfly stroke. Bagiku itu gaya yang paling sulit. Sejak pertama kali belajar berenang saat masih kecil dulu, aku tidak pernah berhasil memeragakan gaya itu. Kalaupun berhasil kulakukan dalam sekali atau dua kali kecipak, boro-boro tubuhku bergerak maju, yang terjadi adalah aku terlihat seperti kupu-kupu patah sayap. Saking tidak pernah berhasil, aku sampai membuat lelucon yang mana itu bukan cuma gaya kupu-kupu, tapi juga gaya duyung. Coba deh perhatikan, kedua kaki harus digerakkan bersamaan. Benar-benar terlihat seperti duyung, kan?
Sore kian menjelang, kolam renang berangsur ramai. Rupanya hari ini adalah hari anak-anak les renang. Jadilah aku harus rela berbagi kolam dengan bocah-bocah. Beberapa kali aku harus berhenti di tengah putaran karena mereka berenang menuju ke arahku. Aku cukup melihat kepala mungil mereka yang timbul tenggelam, yang bergerak meluncur ke jalur aku berenang.
Suatu kali, saat sedang beristirahat di pinggir kolam, seorang anak perempuan menghampiriku.
"Kak," panggilnya. Aku, yang kaget ada yang memanggil, hanya menatapnya bingung dengan masih mengenakan kacamata renang. "Nama kakak siapa?"
Nah lho, ngapain juga ini anak nanya-nanya, ngajak kenalan pula. "Rae." Tetap kujawab meski makin bingung.
"Kakak belajar berenang umur berapa?" tanyanya lagi, seolah tidak memerhatikan kebingungan di wajahku.
"Eh... waktu masih kecil, dek." Sejujurnya aku lupa kapan. Hehehe.
"Tapi umur berapa?" Masih maksa dong si bocah.
"Kakak beneran lupa. Kayaknya seumuran kamu dulu deh."
"5 tahun?" Percaya deh, aku ini bukan penggemar yang namanya anak kecil. Tapi ketika si bocah mengajukan pertanyaan itu dengan suara khas anak kecil yang cempreng, mau tidak mau aku tertawa kecil. Tapi ada yang aneh dari anak ini. Setelah kulepas kacamata renang dan kuperhatikan dengan saksama, mata si anak kecil ini kok ya berpindah-pindah antara menatap wajahku dan dadaku. Entah dia mau membedakan dadaku dengan dadanya yang masih belum menunjukkan pertumbuhan, ataukah dia... ya, kalian tahu? Atau bisa jadi dia kepingin punya dada seperti dadaku? Yaaa, dadaku sih biasa-biasa saja ukurannya. Malah oleh teman asramaku dulu sering diolok-olok. Kecil, katanya. Tapi setidaknya aku masih punya dada. Ya, kan? (Ini kenapa malah jadi ngomongin dada coba?). Aih, gara-gara si bocah nih. Sabar, ya, nak. Nanti juga dadamu muncul seiring usiamu bertambah. Lho?!
"Alexa, gaya kupu-kupu!" teriak sang pelatih dari atas kolam sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya. Seketika itu juga aku melihat tubuh mungilnya meluncur ke tengah kolam dan memeragakan gaya kupu-kupu yang cukup sempurna untuk ukuran anak kecil. Oalah! Aku kalah sama anak kecil dong. Manyun.
Aku kembali melanjutkan
rally-ku. Namun kali ini aku berkali-kali harus berhenti di tengah putaran karena sekelompok pria yang usianya sebaya, bukannya berenang, eh, malah main lempar koin ke tengah kolam, lalu mereka adu cepat mengambil koin di dasar kolam. Kesalnya aku. Hoi, aku ini datang untuk berenang, tauk! Mestinya, kolam bagi yang niatnya berenang dan kolam bagi yang niatnya hanya untuk bermain itu dipisah. Bagi yang niatnya hanya untuk main lempar koin, kolamnya tidak perlu diisi air. Percuma. Toh, mereka enggak berenang. Cuma kecipak-kecipuk berlarian. Buang-buang air.
Setelah 2 jam berenang dan jari-jari tanganku mulai keriput, aku akhirnya cukup puas. Sekarang tubuhku agak nyeri. Apalagi di bagian paha dan pinggul. Tapi nyeri-nyeri enak. Masokis banget deh ya. Hehehe... Enggak deng. Maksudku, nyeri tapi badan terasa segar, otot lentur jadinya.
Ada benarnya kata Quinnie ketika dia mengusulkan agar aku kembali berolah raga untuk mengatasi masalah susah tidur yang sebelumnya pernah kukeluhkan. Dia juga memberiku beberapa referensi video
work out untuk kulakukan sendiri di rumah. Sudah kulihat, dan nanti akan kucoba. Yang berminat, boleh cari melalui Youtube dengan kata kunci: Blogilates.
Her videos are good, seperti kata Quinnie.
Dan, oh, aku juga mendadak tertarik dengan kelas zumba di
gym yang dulu menjadi langgananku. Q memberitahuku,
it's a lot of dancing. Kita coba lihat nanti, apa aku sanggup bertahan untuk sekali percobaan di kelas itu.