Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Tuesday 29 November 2011

I Love Me

PING!!!
PING!!!
PING!!!
PING!!!
PING!!!

BB gue bergetar-getar. Owalah, siapa pula ini yang nge-PING gue di siang bolong nan panas begini? Ternyata teman-yang-kebelet-ingin-menikah itu.

"Rae, kok gak dateng di nikahannya Di?"

"Waduh, ada halangan. Mana tiket pesawat mahalnya mencekik gitu."

Jadi ada lagi seorang teman kuliah kami yang baru saja menikah tanggal 19 November kemarin. Dan seperti biasa, jika ada teman yang menikah, kepanikan teman gue ini naik satu tingkat. Tapi karena yang menikah kemarin itu usianya lebih muda, kepanikannya jadi berlipat ganda.

Tadinya gue heran. Kenapa juga dia harus panik setiap kali ada yang menikah? Sampai akhirnya gue tanya langsung dan jawabannya: "ya iyalah panik. Semakin banyak yang menikah, semakin berkurang stok laki-laki untuk dijadikan suami." Dan gue cuma garuk-garuk kepala yang tidak kutuan mendengar jawabannya.

"Aduh, gimana dong gue, Rae?"

Ah, kali ini gue punya jurus. Gue ikuti saran Mas Bedjo di komentar postingan yang lalu. Maka dengan bijak gue berujar, "pasti nanti ada jodoh buat lo. Yang perlu lo lakukan sekarang adalah membuka hati. Nanti pasti ada yang nyantol."

"Yaelah Rae, Rae. Hati gue udah terbuka lebar-lebar. Masalahnya, gue udah nyantol, eh, yang dicantolin malah gak punya perasaan apa-apa sama gue."

Gue kehabisan jurus.

Gue mati gaya.

Mau tidak mau, gue jadi ikutan mikir. Apa sih sebenarnya masalah teman gue itu? Kenapa tidak ada laki-laki yang mau dengannya? Beneran deh, teman gue itu tipe isteri yang ideal, lho.

Kalau yang gue dengar dari teman yang lain, katanya waktu masih sekolah dulu, teman gue ini orangnya minderan, tidak PD, sinis, negative thinking, selalu mikir ada yang salah dengan dirinya. Eh, ini gue dengarnya dari teman dekatnya dari kecil teman gue ini lho. Dan di-iya-kan oleh seluruh teman-teman geng-nya yang lain. Jadi sumbernya terpercaya, dan gue tidak asal ngomong.

Dibandingkan dengan yang dulu, dia yang sekarang ini jauh, jauh lebih menarik. Maksudnya sekarang penampilannya berubah 180 derajat. Jadi lebih modis, lebih percaya diri, lebih luwes dalam bergaul. Jalan bareng dia, dikit-dikit berhenti karena dia disapa orang. Ini juga menurut kesaksian teman-teman geng-nya.

Gue pernah mengajukan sebuah teori. Teman gue ini sekarang jadi menarik dan lebih percaya diri karena dandanan dan make-up. Setelah hijrah ke Jakarta dan mulai mengenal mode, dia selalu up to date kalau urusan baju, aksesoris, sampai model rambut. Gue dan teman gue yang satunya lagi sering disebut kumal karena selalu mengenakan baju kebangsaan sejuta umat: celana jins, kaos, sandal jepit. Tapi dia ngomongnya dalam bahasa Kek, yang kemudian diterjemahkan oleh teman geng-nya ke gue.

Jadi gue kembangkan lagi teori gue tadi, sebagian karena kesal dibilang kumal. Kata gue, dia bersembunyi di balik pakaian ber-merk dan make-up-nya untuk kemudian menciptakan kepribadiannya yang sekarang ini. Dan dengan kepribadiannya itu, dia mencari-cari jodohnya. Intinya, she doesn't love her real self enough. Baju-baju dan aksesoris mahal serta make-up itu untuk membuat dia bisa merasa dicintai. Teori gue disetujui oleh teman-teman geng-nya. GONG!

Ada kutipan yang mengatakan: "nobody will love you if you don't love yourself." Kalau tidak bisa mencintai diri sendiri, mana bisa mencintai orang lain? Kalau tidak bisa mencintai, mana bisa dicintai? Seharusnya bisa bilang "I love me" dulu sebelum bisa bilang "I love you". (Lihat nih, gue bisa ngomong cinta. Hihi....)

Yah, itu hanya teori yang diketahui gue dan teman-teman geng-nya. Tidak ada yang berani menyampaikan ke dia. Apalagi gue, si pencetus teori. Biarlah dia bertanya-tanya sendiri dulu. Nanti juga bosan sendiri. Karena pada dasarnya, fase orang menjomblo itu mulai dari: tidak peduli jomblo - mulai peduli - mulai pengen punya pacar - kebelet pengen pacaran - desperate gak dapat-dapat pacar - capek desperate. Dan teman gue ini berada dalam fase "kebelet".

No comments: