Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Saturday, 26 June 2010

Derita Si Kare

Merasakan dingin dan panas 
Saat mereka menginginkanku 
Menatapku dengan nafsu yang tak terbendung 
Air liur menetes menginginkan tubuhku

Ahh Dapatkah kuberlari dari takdirku? 
Inginku melepas belenggu takdir 
Inginku melenggang meninggalkan penikmatku 
Tapi apa dayaku? 

Aku ditakdirkan sebagai pemuas nafsu 
Aku ditakdirkan untuk memenuhi hasrat mereka 
Dan inilah deritaku Sebagai makanan yang bernama KARE...

Akhirnya saya berhasil juga merayu Kopi agar memberikan izin untuk puisinya diposting di sini ^^. Kreatif bukan? Hehehe.

Ps. Tuh, Pi. Gue nggak bilang lo lebay kan? Huahaha

Oopss!


Berhubung Mama lagi di luar kota, jadi saya dan Kopi bisa bebas wakuncar. Hehehe ^^. Seperti biasanya, Kopi telepon ke HP saya dan dimulailah acara wakuncarnya; ngobrolin tentang obrolan mulai dari yang ringan sampai ngalor ngidul ke mana-mana nggak jelas arahnya, dan ditutup dengan bunyi nafas teratur tanda kesadaran sudah menghilang alias ketiduran :p. 

Obrolan terus berlanjut sampai ke soal makanan dan mendadak membuat saya dan Kopi sama-sama lapar. Lagian si Kopi, pakai acara ngebayangin Bakso Malang segala. Saya yang nafsu makannya sedang tinggi gara-gara PMS yang tiada akhir jadi ikut-ikutan ngiler. 

Tiba-tiba, untuk yang kesekian kalinya tadi malam, dia nyeletuk, "Duh, lapar nih..." 
"Yaudah, jangan mikirin makanan." 
Dan kopi pun keceplosan, "Ah, gue nggak bisa disuruh nggak mikirin makanan dan (tiiiiiittttttttt)." (Maaf, kata terakhirnya harus saya sensor berhubung sangat memalukan. Hahaha.)

Saya, yang hanya mendengar sekilas tapi cukup jelas paham apa maksud Kopi dengan "(tiiiiiitttttttttt)", langsung saja tertawa terbahak-bahak sambil guling-guling di atas tempat tidur. Apalagi ketika membayangi wajah Kopi yang sedang malu dan salah tingkah, membuat saya ketawa ngakak sampai 15 menit berikutnya. Ternyata si Kopi ini, nggak cuma mikirin makanan, tapi juga mikirin "(tiiiiiitttttttttt)". Hahaha... *ketawapuasbanget*  

Setelah puas ngetawain Kopi, saya menemani dia masak Indomie dan makan, dengan mata 5 watt karena ngantuk dan kelelahan. Tertawa itu ternyata melelahkan, ya? Hehe. 

Ps. Makanya, lain kali ngobrolnya jangan sambil ngebayangin yang nggak-nggak dong, hun. Jadinya keceplosan yang aneh-aneh kaaannn? Whahahahahaha. Pisss ahk :D

Friday, 25 June 2010

Beneran Dodol

Seperti biasanya, pagi hari sekitar pukul 10.15 WIT saya mengirim sebuah SMS ke Kopi, yang tentu saja masih ngorok dan ileran di tempat tidur. 

Saya (Rae): "Banguuuuunnnnnnnn.... Hehe. Giginya masih sakit? Jangan lupa beli Betadine obat kumurnya yak."

Berhubung Kopi masih terlena di pulau kapuk, agak lama dia balasnya.

Kopi (K): ".....Ugh, Betadinenya nggak enak. Ampe mual gue ngerasainnya."

Mohon perhatikan baik-baik kalimatnya. "Ngerasain". Begitu membaca kata itu, saya langsung mengernyitkan alis. Dengan agak was-was saya membalas SMS-nya. 

R: "...Ya gitulah rasa Betadinenya. Jangan ditelen yak."
K: "Udah terlanjur tauuuuu! Orang gue juga udah terlanjur bingung tadi! Hiks!"
R: "He? Terlanjur apaan?"
K: "Terlanjur ketelen tadi! Pas gue udah keselek baru gw baca instruksinya."

(Wahai pembaca yang budiman, hendaknya membaca instruksi terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat-obatan. Jangan seperti Kopi yang main nelen obat kumur.)

R: "Yaoloooooooooooo itu tuh namanya OBAT KUMUR, beibyyyyyyy." *tepokjidat*
K: "...Emang bisa OD apa kalo nelen gituan?" 

(Inilah manusia dodol. Sudah jelas-jelas di botolnya ditulis "JANGAN DITELAN".)

R: "Meneketehe. Gue mah kagak pernah nelen. Dodol gak ketulungan. Kalo mulut lo gak berbusa aja, hebat lo beib. Hahaha. Minum air sana." *tepokjidatsambilgelenggelengkepala*
K: "Ogah! Pengen ngerasain OD kayak apa! Lucu pan ada busa-busanya gitu! Hahaha." Entah pacar saya ini termasuk orang sakti, hebat, apa dodol ya???
R: "Ouwo, mau gue jadi janda muda ya?"
K: "Emang lo gak mau gitu jadi janda muda? Pan sekseh! *kedipmata*"
Kali ini saya benar-benar clueless menghadapi dia. 

Sampai beberapa SMS berikutnya, saya dan Kopi masih berdebat soal minum air. Emang paling susah dibilangin nih! 

K: "...Gini ya beib, ketelennya kan udah dan sekarang udah di perut. Nah, gimana bisa ngaruh kalo gue minum air? *garuk-garuk pala bingung*
R: "Engggg, gunanya apa ya? Ya pokoknya minum air aja lah. Hahaha." 

Ternyata eh ternyata, saya juga bingung apa efeknya kalau Kopi minum air. Tapi akhirnya Kopi ngalah dan minum air 2 botol bahkan sampai perutnya kembung, dan minta pertanggungjawaban saya. Lah, mau tanggung jawab apa coba? Kan saya nggak nyuruh dia minum air sampai sebanyak itu. Hahaha *ketawajail*. 

Beginilah kami, yang satu jail, yang satunya lagi dodol nggak ketulungan :) Welcome to our world! :D

Wednesday, 9 June 2010

Kata Keramat: T.E.R.S.E.R.A.H

Dulu, setiap kali ditanya pendapat, saya selalu menjawab "terserah". Ditanya mau makan apa, jawabnya terserah. Ditanya mau nonton apa, jawabnya terserah. Semuanya jawabannya terserah, sampai-sampai teman-teman saya suka kesal sendiri. Bahkan saat menanyakan pendapat ke saya, mereka selalu bilang "gak boleh jawab terserah!" 

Sekarang saya jadi benar-benar sensi dengan kata "TERSERAH". Dimulai dari pertengkaran kemarin dengan Kopi. Ya, kami bukan bertengkar sih, tapi hanya salah paham mengenai hal yang sebenarnya tidak penting (hehehe). Dari situ Kopi jadi sering ngomong "terserah", yang membuat kuping saya panas. Huh. Mana Kopi jail banget lagi. Udah tahu saya sensi, eh dia malah sengaja menyebut kata keramat itu berulang-ulang. Cuma bisa terima nasib dapat pacar yang usil nan jail. *sighs* Sudah begitu, Kopi malah nyanyi-nyanyi gak jelas di telepon. Dia menyanyi lagu yang judulnya "Terserah". 

Gini lho, Kopi nyanyinya:

TERSERAH kali ini sungguh aku takkan peduli
Kutak sanggup lagii jalani cinta dengan muuuu
Biarkan ku sendiri
Tanpa bayang mu lagi
Ku tak sanggup lagi
Mulai kini semua TERSERAAAHHH

Waktu menyanyikan lagu yang itu, dengan sengaja dia nyanyi kenceng-kenceng (dan nadanya lari ke mana-mana) waktu menyebut kata "terserah". Beneran cari gara-gara. Hiks. Ditambah lagi dia sekarang sedang jadi lebay karena berusaha membujuk saya yang sedang ngambek (hahaha). Sudah usil nan jail, eh lebay pula *gelenggelengkepala* Ya sudah, saya terima nasib saja. Mungkin ini yang dinamakan kualat hahaha xp

Monday, 7 June 2010

Keras Kepala

Beberapa saat yang lalu HP saya berbunyi, tanda ada telepon masuk. Dari Nut. Ogah-ogahan saya menjawab teleponnya. Benar saja tebakan saya, dia langsung nyerocos curhat panjang lebar dan saya mendengarnya sambil lalu. Kali ini saya benar-benar sedang tidak mood mendengar curhat. 

Sepuluh menit berlalu dan dia masih saja mengumbar soal kekesalannya terhadap salah satu temannya. Saya hanya menanggapi asal-asalan, sampai akhirnya dia sadar sendiri.

"Lo kenapa sih? Daritadi hmmmm mulu." Tanya Nut dengan suara agak kesal.
"Hmmm..."
"Hmmm lagi. Cape tau dengernya."
"Hmmm..."
"Lagi berantem ya sama si Kopi?"
"Heee??? Ngaco lo."
"Pasti gara-gara lo yang keras kepala deh."

Lha, ini anak main nuduh aja. 

"Dibilangin lagi nggak berantem."
"Pasti gara-gara soal makan ato kerjaan." 
"Aduhhhh, dibilangin lagi nggak berantem."
"Ah, gue tau lo, Dudut."

*menghela nafas panjang* Percuma berdebat dengan dia. Dan mulailah dia berkotbah panjang lebar.

"Lo tuh ya, dari dulu emang paling susah dibilangin. Selalu keras kepala. Makin dinasehatin makin nggak lo dengerin. Jangan sampe kejadian kayak dulu terulang lagi, Rae."
"............"
"Seenggaknya kalo dia nasehatin lo, berarti dia perhatian sama lo. Sama aja, lo juga pasti kesel kan kalo nggak didengerin nasehatnya, kan?"
"............"
"Jadi, coba lo lunakkan sedikit kepala lo yang kerasnya amit-amit itu, Kawan." 

*menghela nafas panjang*

"Iyaaaaaaaaa, Nuuutttt."

Baiklah, saya mengaku salah. Saya memang terlalu keras kepala, apalagi jika menyangkut hal-hal sepele. Mulai sekarang saya janji akan berubah. Janji. Suerrr.

Sunday, 6 June 2010

Belajar Keyboard

Beginilah efek dari memiliki pacar yang bisa main alat musik; biola dan gitar. Saya juga mendadak jadi ingin bisa main alat musik, apa pun itu alat musiknya. Heran juga hanya saya seorang yang tidak bisa memainkan satu pun alat musik, padahal kedua adik saya bisa. Yang satu bisa main drum dan gitar, sedangkan yang bontot bisa main keyboard dan piano. Saya? Gigit jari. Ha ha ha. 

Sebelumnya saya pernah bilang ke Kopi kalau saya ingin belajar main gitar. Dia tanya kenapa saya mendadak ingin belajar main gitar, saya bilang biar keren. Soalnya saya selalu menganggap cewek yang bisa main gitar itu keren. Hmm, geregetan gitu kalo melihat ada cewek yang lagi main gitar, apalagi biola (bisa-bisa Kopi ge-er deh)

"Masa sih keren?" Tanya Kopi.
"Iya keren! Keren soalnya mereka bisa main gitar sedangkan gue nggak bisa." *sambil nyengir*
"Tapi nanti jari-jarinya bisa luka-luka, lho."
*jadi mikir* "Ehm, kalo gitu nggak jadi deh. Ha ha ha."

Begitulah, jadi niat untuk belajar main gitar saya urungkan dulu. Dan karena biola tidak jauh beda dengan gitar yang bisa bikin jari saya kapalan, maka biola pun dicoret dari daftar. Nanti saja kalau saya sudah siap jari-jari saya luka-luka dan kapalan. He he he. Kalau begitu pilihan yang tersisa adalah drum, piano dan keyboard. Tapi berhubung  yang tersedia di rumah hanya keyboard, maka itulah yang paling memungkinkan. 

Barusan, selesai makan siang, saya minta ke adik saya yang paling bontot untuk mengajari saya main keyboard. Dia langsung mengiyakan asalkan nanti dia dibelikan es krim. Beneran deh, kecil-kecil udah perhitungan. Huh. 

Duduklah saya di depan keyboard sementara adik saya membolak-balik halaman buku lagunya. Setelah ketemu lagu yang tepat, dia letakkan bukunya di hadapan saya. satu detik, dua detik... Lima detik... Sepuluh detik... Saya masih menatap buku di hadapan saya dan tidak menyentuh tuts keyboard. 

"Kok bengong?" Tanya adik saya.
"Lha, kan Cici nggak bisa baca not, Dedeee."
"Ya ampuunnn, ini kan lagunya gampangggg."
"Iyaaaa, tapi ini not-nya not balok, Deeeee."
"Ya iyaaa, masa mau not kayu???" 

Lima menit kemudian kami masih ngotot-ngototan soal not. Ya iyalah, orang saya not angka saja buta, apalagi not balok yang melingkar-lingkar itu. Bikin saya pusing. Akhirnya adik saya menyerah. Diambil buku musiknya dan diletakkan kembali ke dalam laci. Katanya tidak usah belajar pakai buku dulu. Katanya not saja nggak bisa baca, apalagi belajar kunci dan segala macamnya! Uhh, mendadak kepala saya pusing. Apaan itu? *bengong tolol* 

Sekarang gantian dia yang duduk di depan keyboard. Dengan lagak sok ngguru, dia bilang, "Lihat baik-baik, ya, tuts mana yang dipencet dan coba diingat-ingat nadanya." Saya hanya mengangguk layaknya seorang murid yang patuh. Huh, jatuh deh harga diri saya (he he he). Dia mulai memainkan beberapa nada. Eh, tunggu sebentar. Sepertinya saya tahu lagu apa yang tengah dimainkannya. Uh oh, dia memainkan lagu "Balonku ada Lima". Hayaaaaahhhhhhhh....!!!! Tegaaaaaa!!!! Masa saya disuruh belajar lagu yang itu??? Hah! Harga diri saya jatuh dan diinjak-injak *ketawa miris* 

Selesai dia memainkan satu lagu, gantian dia menyuruh saya mengulang lagu yang tadi. Dengan pasrah saya ikuti perintahnya. Saya mulai mengingat-ingat nadanya dan tuts mana yang tadi dipencet adik saya. Perlahan tapi tidak pasti saya mulai memainkan lagu itu. Sesekali jari saya salah pencet yang membuat nadanya jadi sumbang. Adik saya yang sedang berdiri di samping sudah mulai kesal. Saat sedang serius, tiba-tiba SMS dari Kopi masuk, dan tanpa ba-bi-bu langsung saja tangan saya meraih HP. 

"Woiiiiiiiiiiiiii, jangan main HP muluuuuu!!!!" (Galak amat nih anak)

Akhirnya, akhirnyaaa, setelah beberapa kali mengulang, saya bisa juga memainkan lagu "Balonku ada Lima", lengkap meskipun masih ada salah pencetnya. He he he. 

"Besok masih mau belajar lagi nggak? Besok lagu yang lain." 
"Nggak ah, De. Rugi Cici beliin kamu es krim, habisan kamu galak ngajarinnya."
"Ha ha ha ha ha." 

Jadi kalau saya ditanya apa masih mau belajar alat musik lagi, saya akan menjawab: "Nggaaaaakkkkk..." Bukan. Bukan saya menyerah. Tapi saya memang tidak bakat *ngeyel* Iya beneran, lho. Jari-jari saya kaku! He he he. Ya sudah, saya ada bakat lainnya. *menghibur diri*