Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Wednesday 4 January 2012

People can Change


Bolehlah menyebut gue bukan seorang pribadi yang religius. Tidak. Bukan kafir. Ataupun Atheist. Meskipun jarang menyentuh Kitab Suci, namun gue masih tahu beberapa kisah di dalamnya beserta maknanya. Dan gue masih memiliki keyakinan akan iman gue yang meskipun mungkin baru sebesar biji sesawi, namun siapa tahu bisa memindahkan gunung.

Oleh karenanya, ketika diajak oleh seorang teman Mama untuk mengunjungi sebuah biara Karmel yang terletak sekitar 2 jam perjalanan, langsung saja gue iyakan.

Biara Karmel merupakan biara yang dihuni oleh para biarawati yang perannya sedikit berbeda dengan biarawati yang selama ini gue kenal. Mereka merupakan bagian dari sebuah ordo yang disebut: Ordinis Carmelitarum Discalceatorum (Ordo Karmel tak Berkasut). Tugas utama biarawati Karmel adalah melayani umat dengan membantu mendoakan ujud-ujud permohonan mereka. Jadi setiap umat yang datang pasti membawa serta ujud permohonan mereka, yang kemudian didiskusikan dengan seorang biarawati. Sang biarawati pun nantinya akan mendoakan setiap permohonan setiap pukul 12 malam, di sebuah pekarangan tempat mereka berdoa. Mungkin mengikuti cara Yesus berdoa sebelum Ia disalibkan.

Ketika tiba giliran kami, kami segera diantar ke sebuah ruangan yang cukup luas dengan jeruji besi yang memisahkan ruangan tersebut dengan sebuah ruangan lainnya. Kami duduk di satu sisi ruangan, sementara biarawati yang melayani kami duduk di sisi ruangan lainnya.

Sambil menunggu biarawati yang mungkin keluar untuk menenggak segelas air atau meluruskan punggungnya, gue meraih sebuah kalender di atas meja, membolak-balik halamannya dan memerhatikan setiap gambar yang memotret berbagai kegiatan di biara, di samping angka-angka yang menunjukkan tanggal. Gue berhenti membalik halaman di bulan Juni dan mengamati dengan lebih cermat gambar yang tertera di sana. Seorang biarawati yang memegang sebuah buku doa, kepalanya sedikit menunduk. Ada Pastor berdiri di depannya, tangannya terulur di atas kepala biarawati tadi. Tidak mungkin. Tidak mungkin itu dia. Biarawati itu. Pasti mata gue salah. Namun keterangan di bawah gambar mengatakan bahwa benar biarawati itu adalah orang yang gue kenal. Betul itu namanya yang tertulis di sana. Dan di gambar itu ia tengah menerima kaul - membuatnya menjadi biarawati termuda di biara itu.

Pikiran gue sejenak kembali ke masa SMA. Perempuan itu dulu adalah kakak kelas gue. Mempesona karena sisi liarnya, populer karena jumlah laki-laki yang dipacarinya. Dia dan rok mini seperti amplop dan perangko. Baju selalu yang berbelahan rendah. Namun yang paling menggemparkan, setidaknya bagi gue, adalah ketika gue memergokinya sedang berciuman dengan seorang siswa laki-laki di dalam mobil yang diparkir tepat di luar, di depan jendela kelas gue. Lip locking.

Dan sekarang ia menjadi biarawati. Karmel pula!

Entahlah, nampaknya lebih mudah dipercaya jika membayangkannya berada dari satu pesta ke pesta lainnya. Bukannya di biara Karmel ini. Namun gue menampik bayangan itu segera dari pikiran gue. Memang lebih mudah untuk menghakimi seseorang dari masa lalunya. Dan kenyataan bahwa seseorang bisa berubah 180 derajat sulit untuk dimengerti.

Seseorang memang bisa berubah. Menjadi lebih baik tentu saja. Yang dibutuhkan adalah kemauan dan tekad. Jadi ingat ketika memberikan saran perubahan untuk seorang teman dan dia malah ngeyel terus-terusan. Katanya, "Gue ini sudah dari sananya begini, Rae. Yang seharusnya dilakukan orang-orang adalah mengerti dan menerima keadaan gue yang seperti ini." Sungguh, dia mengharapkan orang lain untuk menerima dirinya apa adanya, sementara dia sendiri tidak bisa memahami keadaan orang lain?

Mungkin inilah yang rancu dari kalimat "bisa menerima gue apa adanya" ketika seseorang mencari pasangan. Memang ketika mencintai seseorang maka segala sesuatunya, baik kelebihan maupun kekurangan, seharusnya tidak menjadi masalah. Karena keduanya bisa saling menerima apa adanya. Akan tetapi, adalah salah jika meminta pasangan untuk terus-terusan memahami dan menerima setiap kekuarangan. Yang diperlukan adalah perubahan untuk meminimalisir dampak buruk dari kekurangan masing-masing terhadap sebuah hubungan.

Bukannya gue ini sempurna. Bahkan, hey, hubungan cinta gue pun harus kandas karena gue masih belum bisa mengatasi berbagai kekuarangan dalam diri gue sendiri. Karena mungkin lebih mudah untuk tidak berubah dan selalu mengharapkan orang lain untuk memahami kita. Dan masalah pun selesai tanpa benar-benar diselesaikan, dengan cara menyalahkan pihak lain yang tidak mampu mengerti keadaan kita.

Namun itu hanya merupakan contoh kecil. Kini sudah saatnya gue berhenti mengelak dan memulai perubahan untuk diri gue sendiri. Ini sudah tahun yang baru, gitu lho! Dan katanya perubahan besar harus dimulai dari yang kecil dulu. Jadi seharusnya gue mulai merubah hal-hal kecil yang sering gue lakukan, yang tidak baik, dan yang terpenting adalah kebiasaan buruk yang selalu membuat Mama naik pitam.

Tunggu dulu. Bukannya gue bertekad untuk berubah lalu mengikuti jejak teman gue itu dan menjadi biarawati. Aduh, tidak sanggup! Tapi maksud gue adalah berubah menjadi manusia yang lebih baik demi kehidupan yang juga lebih baik. Itu saja.

Ketika selesai, kami keluar dan melewati sebuah ruangan lain. Di sana, di balik jeruji, dia duduk berhadapan dengan dua orang yang datang untuk berdoa. Ketika melewatinya, dia memanggil nama gue. Itu benar suaranya. Kami bersalaman lalu gue pun pulang, masih sambil menerka-nerka apa yang terjadi dengannya dan yang membuatnya menjadi biarawati.

Ps. Sudah tahun 2012, tapi kebiasaan gue meracau masih terus saja dibawa. Erk!

No comments: