Sepanjang hari ini langit mendung. Udara dingin karena angin terus berhembus dan sesekali hujan turun tapi tidak pernah deras. Cuaca seperti ini biasanya membuat selera makan gue meningkat. Sekalipun sudah diisi dengan sepiring bubur di pagi hari dan nasi beserta lauk pauk di siang hari, perut masih saja bernyanyi minta makan. Jadi ketika diajak makan bakso oleh si Bungsu, gue mau-mau saja. Oh, baiklah. Gue mengaku saja. Ini karena gue sedang PMS, bawaan kepengen makan melulu.
Tempat makannya cukup sepi saat kami tiba. Kami mengambil tempat di samping dua orang pelanggan yang tengah menimakti baksonya. Adik gue memesan mie bakso dan es jeruk, sementara gue cukup dengan bakso dan es jeruk saja.
"Jadi perempuan itu lebih enak," kata salah seorang pelanggan di samping kami kepada temannya. "Mereka tidak perlu bekerja, hanya tinggal di rumah, dan tahunya cuma minta uang sama suami. Tidak seperti kita, para lelaki, yang selalu pusing memikirkan biaya. Pokoknya uang harus ada. Ada atau tidak, harus diberi uang."
Telinga gue langsung menegang saat mendengar perkataan pria tersebut. Ya ampun, ini orang tidak sadar apa ya, gue ini perempuan? Kurang perempuan apa coba gaya gue? Berani-beraninya bicara seperti itu. Seketika emosi gue langsung meletup. Wajah gue memerah dan nafas mulai memburu.
Dan inilah yang terjadi selanjutnya:
Gue mengambil gelas es jeruk di meja, berdiri, lalu menumpahkannya di atas kepala pria itu. Dia melompat karena kaget dan tanpa sengaja menyambar mangkok bakso di depannya. Isinya tumpah ke celananya.
"Apa-apaan kamu ini?" bentaknya. Matanya melotot. Es jeruk menetes-netes ke wajahnya.
"Apa katamu tadi?" balas gue, sengit. Gue berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang, membalas tatapannya. "Jadi perempuan itu enak? Tahunya cuma minta uang? Kau pikir jadi ibu rumah tangga itu gampang? Bahkan setelah menahan siksa selama sembilan bulan mengandung dan melahirkan, setiap hari harus memikirkan menu makanan, mengurus keperluan anak-anak, melayani suami, dan membersihkan rumah. Belum lagi harus
diet karena berat badan naik hingga sepuluh kali lipat. Kau pikir itu mudah? Atau ketika sekujur tubuhmu sakit dan emosimu meluap-luap selama hampir dua minggu setiap bulannya, kau pikir itu menyenangkan?
"Apa menurutmu emansipasi wanita itu, hah? Pengambilalihan tugas-tugas kaum lelaki? Sehingga adalah wajar jika kaum perempuan bekerja keras membanting tulang, sementara para lelaki hanya menganggur? Tidakkah kau melihat ada kaummu yang memperbudak kami? Atau kaum pekerja perempuan yang ikut bekerja untuk membantu suaminya? Belum lagi harus dipermainkan seenaknya oleh suaminya? Itu yang kau maksud?"
Gue mengucapkan semua itu dalam satu tarikan nafas. Pria itu masih menatap gue, terdiam. Dia menelan makanannya yang sedari tadi hinggap di mulutnya. Dia menggumam kata maaf lalu mengalihkan pandangan. Gue menoleh ke arah pria yang satunya lagi dan dia cepat-cepat menunduk. Takut bernasib sama seperti temannya.
Gue kembali duduk dan memesan es jeruk lagi. Si Abang Tukang Bakso cepat-cepat membuatkan es jeruk dan meletakkannya di meja. Semua orang kembali makan dalam keadaan hening, kecuali pria itu. Dia sibuk membersihkan bajunya dengan tisu. Dan saat temannya selesai makan, secepat kilat mereka membayar lalu pergi tanpa menoleh sedikitpun ke arah gue.
***
Yeah well, tentu saja itu hanya terjadi dalam imajinasi gue. Meskipun kesal saat mendengar perkataan pria itu, tapi gue memilih untuk diam dan menghabiskan makanan gue, demi menghormati semangat damai Natal dan menyongsong Tahun Baru. Sementara adik gue asyik bermain "Smurf" di HP-nya.