Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Sunday, 25 April 2010

Jagoan Kecil Cari Perhatian

Pintu kamar saya diketuk pelan dari luar saat saya tengah menyelesaikan laporan yang tidak ada habisnya. Siapa lagi kalau bukan adik saya? Kalau Sam menyebut adik saya itu Jagoan Kecil. 


Saya cuma tinggal berdua dengan dia, meskipun terkadang Mama sering datang berkunjung sekalian mengurusi beberapa urusan bisnisnya. Tapi malam ini tumben-tumbenan dia pakai acara ketuk pintu dulu. Biasanya juga langsung buka pintu dan main masuk sembarangan. 

Dia masuk dan duduk di tempat tidur sambil membuka-buka lembaran novel The Lost Symbol-nya Dan Brown yang tebalnya ngalah-ngalahin Alkitab (hehehe), yang sampai detik ini belum selesai saya baca. Tidak saya pedulikan dia. Perhatian saya ada pada laporan yang tengah saya kerjakan. 

Tiba-tiba dia berkata, "Ci, aku pengen jadi arsitek." 

Saya mengangguk-anggukan kepala sebagai tanda setuju. Lumayan kan kalau si Jagoan Kecil ini jadi arsitek. Nanti model rumah masa depan saya bisa minta dia yang gambarin hehehe. Lagian Jagoan Kecil ini memang senang menggambar sejak kecil. Dulu saja, ketika masih duduk di bangku kelas 6 SD, dia bisa memiliki ide untuk menyambungkan beberapa lembaran karton putih menjadi satu, lalu mulailah dia menggambar di atasnya. Ketika ditanya apa yang dia gambar, jawabnya, "Ini gambar bandara." Dia menggambar bentuk gedung-gedungnya lengkap beserta jalur lepas landasannya. 

"Aku juga kepengen jadi ilmuwan yang bisa membuat pesawat terbang." 

Wah, mau jadi seperti Bapak B.J. Habibie juga dia! Sekali lagi saya mengangguk-anggukan kepala sebagai tanda setuju. Lumayan dia bisa membuatkan kami pesawat keluarga (hahaha). 

"Tapi aku juga pengen jadi pilot, Ci."

Lagi-lagi saya menganggukan kepala. Hebat juga nih anak. Jadi begitu pesawat selesai dibuat, bisa sekalian dia yang sopirin pesawatnya. 

"Tapi aku juga pengen jadi dokter, Ci." 

Kali ini saya berkomentar, "Ya boleh-boleh saja. Kalau cita-citamu sebanyak itu, mendingan sekarang belajar gih. Biar pintar."

Dia diam sesaat. Lalu katanya lagi, "Bantuin aku bikin PR dong, Ci."

Tumben dia minta saya membantunya mengerjakan PR. Biasanya juga dia bisa mengerjakan PR-nya sendiri. Saya mengalah dan mengikuti dia ke kamarnya. PR-nya ternyata Matematika. Saya baca soalnya. Hah, ini anak bener-bener deh. Soal segampang itu masa minta bantuan saya. Saya yakin betul dia bisa mengerjakan soal-soal tersebut tanpa bantuan saya. Si Jagoan Kecil ini memang jago dalam mata pelajaran hitung-hitungan. 

Saya sudah bisa menebaknya. Pasti Jagoan Kecil lagi kangen Mama. Biasanya kalau lagi kangen Mama, dia cari perhatiannya ke saya dengan segala caranya. Dan kali ini adalah minta bantuan untuk mengerjakan soal Matematika. Jadinya saya temani dia selama satu jam untuk menyelesaikan soal-soal tersebut. Ternyata Jagoan Kecil ini masih anak Mama juga hehehe. 

Thursday, 22 April 2010

Perempuan dalam Sinetron




Terkadang saat sedang berada di rumah saya menghabiskan malam dengan menonton televisi. Melepas penat setelah bekerja seharian. Terkadang itu juga saya iseng menonton sinetron. Ya, yang saya tonton juga hanya sepenggal-sepenggal saja di sela-sela iklan dari program yang tengah saya ikuti.

Begini, saya bukannya tidak menghargai hasil karya kreatifitas anak bangsa. Bukan pula saya tidak mencintai film-film dalam negeri. Bukan pula saya menghina sinetron. Hanya saja ceritanya sungguh jauh di luar akal sehat saya. Saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat ceritanya.

Beberapa hal yang selalu ada dalam sebuah sinetron: peran antagonis yang kejamnya minta ampun dan peran protagonis yang lemahnya bukan main. Kedua peran itu biasanya diperankan oleh artis perempuan. Sungguh dua hal yang sangat bertolak belakang yang membuat orang-orang menggandrungi ceritanya.

Saya bilang ceritanya sering tidak masuk akal bukan tanpa alasan. Peran antagonis perempuan biasanya galak dan kejam dan selalu rela melakukan apa saja demi mendapatkan lelaki yang dicintainya. Selalu saja menghalalkan segala cara yang super licik. Sungguh tidak habis pikir. Serendah itukah harga diri seorang perempuan?

Bagaimana dengan peran protagonis perempuan? Nah, kalau yang tadi super galak dan kejam, kalau peran yang ini biasanya sudah kelewatan baik sampai-sampai rela ditindas. Karakter protagonis perempuan biasanya melankolis dan menye-menye yang selalu lemah dan terkadang malah mengasihani diri sendiri.

Ya ya, saya tahu ini hanyalah cerita dalam sinetron. Tapi setidaknya buatlah karakter perempuan yang bisa menjadi contoh yang baik bagi seluruh kaum perempuan.

"Justru cerita yang menurut lo aneh bin ajaib itu yang paling digandrungi ibu-ibu dan anak-anak remaja, Rae!"

Ah, kalau sudah berurusan dengan rating, saya menyerah. Ceritanya dan tokoh-tokohnya jadi begitu karena ada permintaan dan minat masyarakat. Jadi mana yang seharusnya diperbaiki? Sinetronnya atau masyarakatnya? Entahlah.

Thursday, 15 April 2010

Jablay, Lebay, Alay, dan Letoy

Pernahkah terlintas dalam pikiran kalian kalau ternyata orang-orang kita ini, manusia-manusia Indonesia, begitu kreatif? Benar saudara-saudara. Manusia-manusia Indonesia itu ternyata sangat kreatif (dan pintar). Apalagi dalam hal menciptakan istilah-istilah (dan virus!)

Coba duduk sejenak dan pikirkanlah bagaimana istilah-istilah jablay, lebay, dan alay itu muncul. Tapi ingat, lakukan ini jikalau kamu sedang sangat bosan sampai-sampai untuk makan pun bosan. 

Menurut kalian, siapa coba yang menciptakan istilah-istilah itu? Kalau istilah jablay, ya sudah jelas pelopornya adalah TiKam alias Titi Kamal dalam lagunya yang berjudul “Jablay”, yang juga menjadi soundtrack film layar lebarnya “Mendadak Dangdut” (kalau nggak salah ingat). Ah, saya ini mengakunya nggak ngikutin film Indonesia tapi kok tahu film yang satu itu? (hehehe). Tahu tapi bukan berarti saya nonton, loh ya. Sedangkan untuk istilah lebay, alay dan yang belakangan saya baru tahu juga, letoy, sejauh apapun imajinasi saya terbang mengangkasa, tak pernah bisa membayangkan siapa penemu  istilah-istilah itu.

Apa itu jablay? Apa itu lebay? Apa itu alay? Mari kita lihat satu per satu. Jablay itu adalah singkatan dari “jarang dibelai” (atau “jarang dibelay” ya?) Dari lagunya Titi Kamal saja sudah ketahuan artinya jablay apa. Ada tuh liriknya yang bilang: “abang jarang pulang, aku jarang dibelai.” Nah, sudah mengerti kan, saudara-saudara? ;)

Lanjut ke istilah berikutnya. Lebay. Istilah yang satu ini berarti sesuatu yang berlebihan. Jadi kalau ada orang yang mengekspresikan sesuatu secara berlebihan dan tak jelas, maka dia disebut lebay. Begitu bukan sih? Bingung juga saya hehehe. Sedangkan untuk alay, ehm saya langsung beri contoh saja. Alay itu istilah untuk cara menulis yang seperti ini: “aQ cYnK Cm kaMu” atau “aQ kHan sLL mNgmU K4Rna kaWlaH PeRM4tA h4TiQ.” Untuk contoh yang kedua, saya bilang itu termasuk lebay dan alay! Nggak perempuan, nggak laki, ada saja yang alay seperti itu. Alay dan lebay! (untung saya lebay doang hehe)

Konon katanya tulisan seperti itu dinamakan Bahasa Gaul Internet. Bahkan kalau saya tidak salah, pernah saya iseng mengklik iklan dari sebuah situs yang khusus menjadi transalator seperti Google Translate. Jadi kita tinggal mengetikkan kata-katanya seperti biasa, di-copy paste ke situs itu dan tadaaaa.... IniL4H h4SiLnYa!

Kalau melihat tulisan-tulisan seperti itu bisa bikin mata saya melek merem. Melek karena harus bersusah payah mencari tahu apa maksud tulisannya dan merem karena saya pusing – pusing  melihat huruf besar dan kecil dicampur-campur plus pakai angka juga. Sudah begitu disingkat-singkat pula. Parahnya lagi, saya kok sering bertemu dengan orang-orang yang cara menulisnya seperti itu kalau lagi chatting? Nggak ribet apa ya mereka? Wong saya menulis dua kalimat di atas itu saja susahnya setengah mampus. Tapi salut juga sama mereka. Itu tandanya jari-jari mereka lincah, coy! (hueheheheh)

Bagaimana dengan letoy? Ada yang tahu? Tolong beri tahu saya.

P.s. Inilah postingan paling nggak jelas sejagat raya. Hasil semedi nih! Malah coret-coretan saya waktu semedi lebih parah lagi. Lebih nggak jelas dan lebih lebay! Tapi nggak apa-apa. Mood menulis saya, yang tadinya sempat hilang entah ke mana, sudah kembali seperti dahulu kala :D Habis katanya untuk mengembalikan mood menulis, ya harus terus menulis ;)

Friday, 9 April 2010

The Unexpected Phone Call


Sebuah pesan singkat dari nomor yang tidak dikenal masuk di HP saya tadi pagi. Isinya hanya satu kata: “Hai.” Berhubung sedang sibuk, jadi tidak saya gubris. Lagipula pesan itu pasti pasti berasal dari seseorang yang mendapatkan nomor HP saya dari Mak Comblang.

Menjelang makan siang, sebuah pesan singkat kembali masuk di HP saya dari nomor yang sama. Kali ini pesannya lebih panjang beberapa kata: “Lagi sibuk ya?” Sekali lagi tidak saya gubris meskipun saat itu saya tengah santai. Maksud saya tengah melamun hehehe. Tapi melamunnya soal makanan loh ya. Maklum, menjelang makan siang pasti mikirnya makanan.

Ketika hendak kembali ke kantor setelah makan siang, sebuah pesan singkat kembali masuk. “Udah makan siang? Kok gak dibalas SMS ku?” Itu isi pesannya. Saya lagi nggak mood, kata saya dalam hati.

Selesai makan siang ternyata ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini juga. Jadi saya tidak sempat mengecek HP selama beberapa jam. Saat menjelang jam pulang kantor, baru saya bisa mengecek HP. Ada 12 missed calls!  Satu dari seorang klien saya dan sisanya dari nomor yang tadi mengirimi saya SMS.

Tunggu sebentar. Saya baru ngeh. Mak Comblang kan tidak tahu nomor saya yang ini?! Maksud saya, nomor HP yang biasanya saya gunakan untuk urusan kantor. Dia hanya menyebarkan nomor pribadi HP saya (kalau seperti itu sih, sudah bukan nomor pribadi lagi namanya). Mungkinkah salah satu klien saya? Terlintas wajah bapak-bapak nan genit dalam bayangan saya. Ah, mereka semua selalu bersikap profesional. Tidak mungkin. Jadi ini siapa?

Rasa penasaran mulai melanda. Saya berpikir keras, mencoba menebak siapa orang itu. Tidak berhasil. Saya tiba di rumah hanya untuk menjemput Nut dan langsung jalan lagi untuk makan malam. Saat berada di restoran, kembali HP saya berbunyi. Nomor yang itu lagi. Akhirnya rasa penasaran mengalahkan segala-galanya. Saya menekan tombol answer dan terdengarlah suara dari seberang.  

“Dari tadi kok gak dijawab teleponnya?” Tanya suara di seberang dengan agak ketus. Itu suara seorang perempuan. Saya mengernyitkan alis mencoba mengingat-ingat siapa kira-kira perempuan ini. Nut menunggu dengan wajah penasaran.

“Eng,,, Sori lagi nggak pegang HP tadi. Ini siapa ya?

“Ini anaknya bos kamu.”

Lho?! Anaknya Bu Sinta yang bungsu? Mau ngapain dia? Bukannya dia sudah kembali ke Jakarta?
Ah, saya ingat. Dulu Bu Sinta pernah bilang bahwa anaknya minta nomor HP saya ke dia. Tapi kok si bungsu? Bukannya yang sulung ya, yang waktu itu minta nomor HP saya? Ada ribuan pertanyaan dalam benak saya.

“Oh, hey. Hai!” Saya bingung harus bilang apa. “Ehm, ada apa ya?”

Dari seberang meja Nut bertanya siapa yang menelepon. Saya menjawab tanpa bersuara. Saya bilang kalau itu anaknya Bu Sinta yang kemarin.

“Nggak ada apa-apa. Cuma mau bilang makasih udah nemenin aku waktu itu.”

“Oh, iya. Sama-sama.”

“Kalo nanti aku ke sana lagi, mau ya temenin aku lagi?”

Saya mengiyakan dengan agak kikuk. Percakapan diakhiri. Saya memasukkan HP ke dalam tas dan mendapatkan wajah Nut tengah tersenyum sumringah dari seberang meja. Pasti ada Nut di balik batu, nih!

Thursday, 8 April 2010

Hobi Baru: Ngelamun

“Raaeeeee, ngelamuuunnnn aja.”

Itu kalimat yang belakangan sering terucap dari mulut orang-orang di sekitar saya. Sepertinya mereka benar. Belakangan ini kok saya jadi sering melamun ya? Seperti menemukan hobi baru, saya jadi keranjingan melamun hehehe. Apa yang saya lamunkan? Ah, saya sendiri juga kurang tahu. 

Hobi baru saya ini ternyata cukup membuat orang rumah cemas bahkan kesal. Mama sampai bilang, “Kamu ini kenapa sih? Belakangan kok jadi sering ngelamun? Masalah pacar? Atau soal kerjaan?” Adik saya sering sampai harus berteriak, “Wooiiiiiiiii... diajak ngobrol kok malah bengong?” Dan yang lebih ekstrem lagi, sering saya kena lemparan bantal dari sahabat saya, si Nut, yang sedang berkunjung dari Jakarta. 

Mungkin saya sedang kesambet Dewi Lamun sehingga membuat saya jadi sering melamun. Entah kenapa tiba-tiba saja sering saya mendapati diri tengah melamun. Bisa-bisanya saya melamun di saat sedang makan, sedang mengobrol, sedang mencari ide tulisan, sedang menyetir, dan yang lebih parah lagi di saat sedang bekerja atau lagi bertemu klien. 

“Lo bikin gue cemas tau nggak?! Masa lagi nyetir malah melamun? Kan bahaya!  Lagi kerja juga. Nanti kalo kerjaan lo pada nggak beres gara-gara lo keseringan melamun kan gawat, Rae!” Kata Nut di tengah-tengah obrolan. Yah, seperti biasa, ternyata saya sedang melamun saat itu. 

“Ck, lo butuh pacar baru. Udah hampir dua tahun, Rae. Agustus nanti tepat dua tahun lo ngejomblo.” 

Sifat sok tahunya Nut mulai keluar lagi. Saya hanya menatap bantal di depan saya sambil menghitung berapa lama lagi bulan Agustus akan tiba. Ah, masih 4 bulan lagi. 

“Mau ampe kapan, Rae? Nanti lo keburu jablay loh.” 

Nut ini semakin mengada-ada saja. Masa bisa jablay sih? Dasar lebay. 

“Nih anak, di ajak ngomong malah bengong. Cari pacar baru gih!” 

Dia mulai kesal karena saya tidak menggubris ucapannya. Suruh cari pacar seperti sedang menyuruh saya makan. Memangnya segampang itu apa? Dasar nih si Nut. 

“Aha, gue ada akal! Gimana kalo lo ngaku aja ke Mak Comblang? Siapa tahu dia bisa cariin lo pacar?”

Kali ini gantian saya yang melemparinya dengan bantal. “Dasar gila! Udah ah, gue mau tidur.” Saya mematikan lampu kamar sebagai tanda bahwa topik perbincangan mengenai pacar baru ditutup. Topic closed! Saya berbaring di tempat tidur. Tapi alih-alih tidur, saya malah melamun. 

Oh tidaaaakkk!!! %@&#%# 

Monday, 5 April 2010

The Best Easter

Happy Easter! :)

Hari ini kembali saya mengunjungi Trans Studio. Tenang. Kali ini saya tidak datang bersama dua makhluk yang sempat membuat saya naik jin. Teman-teman boleh bilang saya ini masokis. Makin disiksa makin senang hehe. Tapi saya juga ogah kalau sampai harus disiksa untuk kedua kalinya oleh dua makhluk itu, biarpun bonus saya bakal disunat! Ya, sudah saya ikhlaskan juga sih sebenarnya. Hitung-hitung saya sedang beramal dan melatih self control =P

Anyway, kali ini saya mengunjungi Trans Studio bersama keluarga saya. Jarang-jarang bisa berkumpul bersama membuat kami memutuskan untuk jalan-jalan. Maka selesai gereja, tak lupa juga makan telur Paskah, kami meluncur ke Trans Studio. 

Rasanya seperti kembali menjadi anak kecil ketika melihat semua wahana yang ada. Saya jadi malu sendiri kalau mengingat ulah saya, adik saya, dan keponakan saya tadi. Semua wahana kami coba. Mulai dari yang memacu adrenalin sampai wahana untuk anak kecil, seperti carousel, komidi putar dan kereta-keretaan mini (bener-bener nggak pantas sama umur hehehe). Tapi benar-benar seru loh, saudara-saudara!

Selain mencoba semua wahana, kami juga sempat menonton karnaval lampu hias yang disuguhkan pihak Trans Studio untuk para pengunjung dan menonton acara meet and greet bersama para pemeran dalam film layar lebar berjudul Dilema Cinta 2 Hati (kalau saya tidak salah ingat). Itu loh, yang salah satu pemerannya Afgan. Ya, jujur saja saya belum menonton filmnya. Tidak tahu juga apa saya akan menonton. Selain Afgan, hadir juga dua artis cantik (lumayan buat cuci mata hihihi) yang saya lupa namanya. Bukan lupa, tapi tidak tahu! Yang penting sudah sempat melihat secara langsung (norak deh!)

Seharian bermain ternyata lumayan menguras tenaga dan suara. Maklum, wahana-wahana yang saya coba kebanyakan harus membuat saya berteriak. Dan malamnya saya harus menjemput sahabat saya yang sengaja datang mengunjungi saya sebelum dia pindah ke Singapura. Sebenarnya saya menulis ini sambil menunggu pesawat yang membawa sahabat saya itu tiba (lama banget!) But it's worth waiting even for all night long! :) Palingan di kantor merem terus saking ngantuknya hehehe. 

Ah, lengkaplah sudah kebahagiaan saya di hari Paskah ini :)

Thursday, 1 April 2010

Tentang Komentar Mereka

Ketika membaca sebuah pesan yang dikirimkan mentor menulis saya, saya jadi penasaran untuk melihat komentar-komentar yang dipost-kan oleh para pembaca yang membaca tulisan saya di situs itu.Ternyata memang benar, komentar-komentar yang diberikan sangat beragam. Bahkan komentar yang datang dari kaum sesama saja sudah saling berbeda. Apalagi komentar yang datang bukan dari kaum sesama. 

Saya sudah sering membaca komentar-komentar seperti itu di blog-blog atau situs-situs lain. Tapi ternyata rasanya jauh berbeda jika komentar-komentar itu ditujukan langsung pada saya. Jujur saja saya merasa ditampar bolak balik saat membaca komentar mereka.

Sebenarnya saya sudah menduga pasti tulisan saya itu akan menerima beragam komentar. Dan itu sempat membuat saya mengurungkan niat untuk menulis artikel tersebut. Apalagi waktu itu saya sudah sempat stuck. Mati ide. Tapi dasarnya mentor saya itu berjiwa motivator, atas dukungan dan bantuannya di saat saya mentok itulah yang membuat saya nekat melanjutkan menulis (thanks anyway he he he).

Seperti yang disarankan oleh mentor saya, saya menanggapi semua komentar dengan kepala dingin. Baiklah saya mau jujur sejujur jujurnya. Meskipun kepala saya dingin, tapi hati saya suhunya naik sepersekian derajat. Tidak heran kalau perhatian saya yang tadinya tengah serius menyelesaikan laporan langsung jadi tak karu-karuan. Tapi tenang saja. Saya tidak sampai yang ngambek gimana gitu. Malahan saya bisa mengumpulkan kembali perhatian yang tadinya sudah ke mana-mana dan berhasil menyelesaikan laporan tepat pada waktunya. Dan sekarang saya sudah benar-benar tenang. Suwer!

Buat saya pribadi, menulis sudah menjadi mimpi saya sejak dulu. Dan apapun yang ingin saya tulis, akan saya tulis, selama itu masih bisa saya pertanggung jawabkan tentunya. Bukannya asal menulis saja. Sedangkan bagi pembaca, tentu saja mereka berhak mengeluarkan pendapat mereka atas apa yang mereka baca. Dan untuk itu saya cukup mengucapkan terima kasih atas tanggapan mereka itu. 

Bagi saya sendiri, tidaklah perlu untuk mengeluarkan pendapat lagi atau sekedar "pembelaan diri" mengenai maksud dari tulisan saya, karena itu hanya akan menciptakan debat kusir yang tak berujung dan tak jelas. Saya paling tidak suka dengan debat kusir. Biarkan saja mereka dengan pendapatnya masing-masing. Toh, itu hak mereka. Yang jelas dengan menulis menghasilkan sebuah kepuasan tersendiri bagi saya. Kalau kata teman saya, namanya kepuasan batin :)