Oktober 2009
HP saya bergetar. Ada nama seorang sahabat lama tertera di layarnya. Segera saya menjawab panggilannya.
"Kamu jadi datang, kan?"
"Iya, aku pasti datang dong. Kapan lagi bisa melihat kamu mengenakan baju pengantin? Hahaha."
"Hahaha. Iya juga, ya. Jangan lupa, dress code-nya putih, ya."
"Iya, bereesss, Bu. Hehehe."
Belum ada satu menit HP saya kembali bergetar. Sekali lagi dari seorang sahabat lama, hanya saja orang yang berbeda.
"Dia akan menikahi laki-laki brengsek."
"Dia sudah dewasa. Tahu mana yang baik dan yang buruk untuk dirinya sendiri."
"Tapi tetap saja, laki-laki itu brengsek. Dia bahkan punya perempuan simpanan."
Saya terdiam cukup lama dan memikirkan apa yang baru saja dikatakan sahabat saya itu. Laki-laki yang akan dinikahi sahabat saya yang pertama itu memang brengsek. Baru juga pacaran sudah berani mengasari sahabat saya. Tidak heran semua teman-teman dekatnya, termasuk saya, mempertanyakan keputusannya untuk menikahi laki-laki yang sering menyakitinya. Tapi saya sendiri segan bertanya padanya.
"Mungkin itu masalah hati. Siapa yang tahu?"
"Yah, mungkin saja."
Juni 2010
Sebuah pesan gambar masuk ke HP saya, isinya: "Teman-teman, bayiku perempuan. Sehat dan cantik :D", disertai foto sang bayi. Ah, hari yang bahagia. Kini sahabat saya itu telah memperoleh jawaban atas keputusannya dulu saat menikahi laki-laki yang sekarang telah menjadi ayah dari bayi perempuannya.
Keesokan harinya saya menelepon untuk memberi selamat. Saya tahu, dari suaranya, bahwa dia begitu bahagia. Ya, semoga dengan kehadiran bayi perempuan mungil nan cantik itu bisa menjadi oase dalam rumah tangganya. Saya, dan semua sahabat-sahabat lainnya, berharap yang terbaik untuk keluarga mereka.
No comments:
Post a Comment