Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Sunday 19 August 2012

Lebaran Heboh

Beberapa sanak saudara keluargaku (dari pihak Mama) merayakan Lebaran. Jadi kami pun mengunjungi mereka untuk bersilaturahmi. Sepulangnya dari gereja, kami langsung menuju ke rumah pamanku (adik Mama). Di sana sudah banyak orang yang berkumpul ketika kami tiba. Kami bersalam-salaman, mengobrol, lalu makan. Inilah yang kusuka; Makan! Sasaranku? Ketupat dong pastinya. Dan gulai kambing. Iya, darah tinggi deh. Tapi untung-untungan setahun sekali bisa makan daging kambing kan, ya? He he...

Ngomong-ngomong, anak pamanku ada lima. Semuanya masih kecil-kecil dengan rentang usia yang tidak berbeda jauh. Di sana ada juga sanak saudara istri pamanku yang datang dengan membawa hampir selusin anak kecil, yang entah anaknya siapa saja. Akupun tidak ingat tadi ketika dijelaskan bagaimana hubungan persaudaraanku dengan mereka. Si ini anaknya si anu, kemudian si itu anaknya si ini. Ribet, deh. Selesai makan, aku bermain dengan anaknya yang paling bungsu, sementara para orang tua mengobrol. Untungnya anaknya tidak rewel. Jadi aku enteng saja menemaninya sementara ibunya sibuk melayani tamu.

Sesudahnya kami pamit karena masih harus mengunjungi rumah sepupunya Mama, yang letaknya cukup jauh. Nah, yang ini hubungan saudaranya itu begini: Omaku memiliki seorang adik perempuan semata wayang. Adiknya ini menikah dengan seorang pria Arab dan memiliki 4 orang anak, di mana setiap anak sudah menikah dan mempunyai anak-anak juga, yang juga ada yang sudah menikah dan memiliki anak-anak. Bingung, ya? Sama, aku juga bingung. Pokoknya keluarga besar banget, banget, dan semuanya berkumpul di rumah anak yang tertua. Anak, cucu, cece, cicit, semuanya ada di situ.

Setibanya di sana, kami diajak makan lagi. Menunya? Ketupat lagi. Kambing lagi. Ada daging sapi yang dibikin rendang, sih. Tapi mataku sekali lagi hanya tertuju pada si kambing. Sepertinya ia masih mengembik bahkan setelah dimasak jadi gulai. (Kok jadi horor sih, ya?) Lagipula aku memang tidak terlalu suka rendang. Sepupunya Mama, si anak tertua, juga pintar masak. Gulainya mantap. Kalau tidak ingat sama penyakit, bisa bablas makannya. Lupa sama diet.

Setiap kali bersilaturahmi dengan mereka, adiknya oma selalu mengingatkanku akan oma. Mukanya mirip. Jadi kangen deh sama oma. Di sana, sambil makan kami - aku, adik-adikku, pacarnya si Tengah, dan beberapa sepupuku yang ikutan - meladeni si Ama mengobrol. Kata si Ama, ada pria yang usianya 15 tahun lebih muda darinya, seorang komandan, yang menyukainya. Ama umurnya sudah 66. Katanya, "Eh, mati itu tidak mengenal usia. Maka begitu juga dengan cinta. Mau tua, mau muda kalau sudah cinta, usia tak jadi soal." Aih, si Ama bisa aja. Tapi ya, ajarin kita-kita dong cari berondong. Hihihi... (Ups!)

Oia, kalau tadi di rumah pamanku bocah-bocahnya ada selusin, di rumah sepupunya Mama ini bocahnya ada dua lusin! Aduh, aku pusing tujuh keliling melihat para bocah berlarian sana-sini, teriak-teriak. Inilah kenapa aku tidak suka anak-anak. Mereka bandel, rewel, tidak bisa diam, dan teriakan serta tangisnya bikin kuping pengeng dan kepala cenat-cenut. Tapi yang ribut juga bukan hanya para bocah. Para ibu-ibu yang juga berkumpul tidak kalah ributnya. "Hoi, bahlul!" Begitu canda mereka dalam bahasa Arab, dengan suara nyaring. Ya ampun, makin pusing deh aku. Pokoknya heboh.

Tapi ya, Lebaran heboh begini mungkin sudah menjadi trademark keluarga besarku. Bukan cuma heboh, tapi juga ribut, berisik, penuh canda dan tawa. Dan harus kuakui, kadang aku kangen dengan suasana berkumpul seperti itu...

Di kesempatan ini pula, aku ingin mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1433H bagi teman-teman sekalian yang merayakan. Mohon maaf lahir batin jikalau ada kata-kataku yang menyinggung hati, yang pernah kutorehkan di sini, ya. :)

1 comment:

Haris Schildhauer said...

Selamat berlebaran ya Rae, semoga panjang umur :)
Aku tadi pagi juga sudah berlebaran virtual dengan keluargaku di desa.