Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Wednesday, 21 March 2012

What Makes Me Survive

"That's how you stay alive; when it hurts so much you can't breathe, that's how you survive." (Izzy Stevens - Grey's Anatomy)
Itu sebuah penggalan dialog yang diucapkan Izzy Stevens dari serial Grey's Anatomy. Gue sempat berdiskusi mengenai "being survive" dengan Miss. CCTB beberapa waktu yang lalu.

Ada masa-masa sulit dalam kehidupan, yang membuatmu merasakan sakit yang begitu besar sampai-sampai kamu tidak sanggup bernapas. Lalu katanya saat seperti itulah kamu survive. Kamu bertahan. Kamu mampu terus menjalani hidup. Seperti ketika kamu patah hati, rasa sakit yang kamu rasakan, yang begitu pedihnya, adalah justru yang membuatmu bertahan. Lalu kamu pun move on.

Percayalah, hidup tidak hanya melulu soal patah hati. Ada banyak kejadian yang bisa terjadi, yang bakal membuatmu jatuh berkali-kali, meremukkan tulang-tulangmu, menyayat setiap inci kulitmu, dan membuat sekujur tubuhmu biru lebam. Bahkan membayangkan rasa sakitnya pun bisa membuatmu tidak sanggup bernapas.

Jika hidup gue diibaratkan seperti olahraga tinju, mungkin saat ini gue sedang menerima pukulan bertubi-tubi, jab kanan kiri, long hook berkali-kali, dan bahkan menerima pukulan low blow yang mampu membuat seorang petinju KO. Gue katakan pada Miss. CCTB bahwa mungkin selama ini gue sudah kalah telak. KO. Tamat. Mati. Bahwa selama ini gue bernapas, namun jiwa gue tidak lagi melekat pada tubuh. Tidak lagi manusiawi. Lebih menyerupai zombiawi mungkin.

Sesungguhnya, setelah lama tidak menulis di sini, gue tidak ingin menulis yang galau-galau. Bahkan gue sendiri juga bosan menggalau, gue bosan men-zombi dan demi janggut Merlin, gue lelah menghabiskan malam dengan menangis sesegukan hingga larut sambil mendengarkan Adele atau Rosi Golan atau satu folder MP3 dengan judul "Sad Songs," lalu bangun di pagi hari dengan mata bengkak seperti mata kodok. Gue menangis dan menghabiskan stok air mata untuk setahun penuh hanya dalam waktu satu bulan. Padahal gue selalu menetapkan waktu tidak lebih dari tiga hari jika sedang ingin bermenye-menye ria.

Oleh karenanya, ketika suatu malam gue sedang menangis lalu masuk sebuah SMS dari seorang teman, meminta gue menuliskan ucapan bela sungkawa dalam Bahasa Inggris, gue pun tertawa terbahak-bahak. Ironis. Gue menangis sambil tertawa. Namun saat itulah gue tahu bahwa sudah tiba waktunya gue berhenti. Jauh di lubuk hati, gue tahu betul bahwa rasa sakit yang gue rasakan itulah yang justru membuat gue mampu terus bertahan, meski kadang gue tidak bisa mengelak dari pukulan-pukulan tertentu.

Gue mengalihkan perhatian pada banyak hal lainnya, yang ternyata sangat menyenangkan dan menyibukkan diri sebisa mungkin. Setidaknya mampu membuat gue melupakan rasa sakit untuk sementara waktu. Siapa yang menyangka, setelah bertahun-tahun lamanya sejak gue SMA, gue bisa tergila-gila lagi pada satu hal seperti ABG. Yes, you know what I'm talking about. It's GLEE! Lalu kemudian gue mulai merambah fanfiction, menimbun lebih banyak buku, mengunduh lebih banyak lagu, dan terus menyibukkan diri dengan hal lainnya. Masih terdengar seperti zombi, namun gue merasa jauh lebih baik, jauh lebih hidup.

Lalu ketika di hari Minggu kemarin si Bungsu mengajak jalan bareng bertiga setelah gue selesai membersihkan rumah, dan melihat wajahnya yang tersenyum sumringah seperti orang yang baru menemukan obat kanker ketika gue mengiyakan ajakannya, maka gue sadar bahwa ada hal-hal lainnya, yang mungkin saja terdengar sepele, yang menjadi alasan gue untuk tetap bertahan dan terus melangkah maju. Ada sebuah perasaan menyenangkan, di antara rasa sakit, yang mampu membuat gue tertawa senang. Bukan tawa yang dipaksakan atau tawa yang mengandung banyak kesedihan, melainkan tawa lepas dan penuh kesenangan.

And that's how I know I will survive. That's what makes me survive.

P.S. To dear Caty, sekali lagi terima kasih untuk email kamu ya. :) And to you, Miss. CCTB. Thank you. :))