Aku minggat. Tidak, tidak. Aku bukannya coming out pada keluargaku lalu diusir dari rumah. Yang kumaksud dengan "minggat" adalah aku menginap di rumah S. Minggat, karena seharusnya aku berada di sini hanya pada akhir pekan saja dan bukannya di hari kerja. Penyebabnya? Karena sebuah kejadian yang terjadi, yang membuatku kesal, sedih dan sakit hati yang terjadi di rumah.
Tidak pernah terbayangkan bahwa aku akan melakukan hal ini. Kau tau, minggat seperti ini. Aku bahkan bukan tipe orang yang bisa secara impulsif melakukan sesuatu di luar akal sehatku. Namun ketika kejadian yang menyakitkan itu terjadi, tahu-tahunya aku sudah berada di rumah S. Jadi kukirimkan pesan singkat kepadanya, mengatakan bahwa aku ada di rumahnya.
Mendengarkan lagu-lagu Joshua Radin selama perjalanan menuju rumah S tidak cukup membantu. Buktinya aku malah menangis seperti orang yang patah hati di kamar mandi. Selama beberapa saat aku menangis sampai kudengar ketukan di pintu. Dia masuk sebelum aku sempat menjawabnya. Baiklah, ini bukan adegan yang pernah kubayangkan bakal kualami; menangis di kamar mandi, di bawah pancuran, dan dipergoki pacar. Enggak keren dan menunjukkan betapa cengengnya aku. Not to mention that I was naked. And this time, I was literally naked.
Melihat reaksiku, dia meraih handukku yang digantung di balik pintu, menarikku keluar dari pancuran, membungkus tubuhku dengan handuk, lalu memelukku. Dan itu malah membuat tangisku semakin menjadi-jadi. Tuh kan, dasar cengeng. Manja deh. Tapi dia memelukku sampai tangisku reda, lalu entah bagaimana caranya tahu-tahu dia juga sudah ikutan mandi. Benar-benar kesempatan dalam kesempitan.
Selesai mandi, dia mengeringkan tubuhku dengan handuk, memakaikanku baju dan menyisir rambutku yang masih basah. "Nah, sudah cakep. Sekarang kamu mau donat?" Pertanyaannya itu membuatku menatapnya dengan mata mengerjap. Donat? Seriusan? Aku baru saja menangis selama sejam lebih, dan sekarang dia menawariku donat? "Aku mampir beli selusin Alcapone tadi..."
"Alcapone?" Dia mengangguk. "Selusin?" Angguk lagi. Kali ini ledaklah tawaku. Baiklah, sedikit gula mungkin bisa mengusir rasa sedihku. Lagipula, melihat bahwa dia ingat dengan pilihan rasa kesukaanku membuat hatiku sedikit berbunga. Iya, iya, banyak berbunga, deh.
Benar saja, ternyata ada sebuah kotak JCo di atas meja. Semuanya Alcapone. Dia menarikku duduk di sofa, meraih remote lalu menyalakan DVD. Tidak bisa dipercaya, kan? Baru beberapa saat yang lalu aku menangis bombay sampai hidungku mampet dan mataku terasa bengkak, dan sekarang kami makan donat sambil melanjutkan menonton episode Grey's Anatomy yang sedang kami ikuti.
Malamnya kami berbaring di tempat tidur, dalam diam, hanya menatap langit-langit kamar. Lampu sudah dimatikannya sejak tadi karena aku mengeluhkan sakit kepala dan menolak minum obat. Berbaring dalam gelap adalah cara yang cukup ampuh yang kutemukan untuk sedikit meredakan sakit kepalaku. Maklum saja, itu memang penyakit andalanku. Jadi tidak perlu heran jika aku menemukan cara meredakannya tanpa harus minum obat.
Beberapa saat lamanya kami berbaring, namun aku tahu dia sedang menungguku bicara. Maksudku, jika pacarmu tiba-tiba muncul di rumahmu, menangis lalu tertawa lalu makan donat sambil menonton Grey's Anatomy, kau pasti ingin tahu apa yang terjadi. Ya, kan? Kepalaku masih berdenyut ketika akhirnya aku bicara. Kuceritakan padanya apa yang terjadi, dan dia mendengarkan tanpa berkomentar apa-apa. Bahkan ketika aku selesai bercerita, dia tidak mengatakan satu kata pun. Aku tahu, dia juga tahu, bahwa tidak ada yang perlu dikomentari mengenai ceritaku tadi. Yang dilakukannya justru meraihku ke dalam dekapannya, menyusupkan gelitik ketabahan dalam diriku.
Ketika pagi hari aku terbangun karena alarm di ponselku berbunyi sejam lebih awal, aku menemukan bungkusan obat dan segelas air putih di meja samping tempat tidur. Kuminum obatnya karena kepalaku masih terasa sakit. Kuselipkan tubuhku di antara guling, kembali ke dalam pelukannya, samar menghirup aroma sabun dan sampo. Lalu aku kembali tidur.
Sesaat sebelum S berangkat ke kantor, aku meminta diantarnya pulang. Dia tergelak. "Minggat kok pakai minta pulang segala, Say?" godanya. Aku menyipitkan mata, yang memang sudah sipit, dan dia mengiyakan masih sambil tertawa. Maka di sinilah aku, di mobil, di sampingnya yang sedang menyetir, mengantarku kembali pulang di jam makan siangnya.
Bisa-bisanya aku minggat. Meh...
2 comments:
can't help myself not to comment on this post.
Oh dear, I just can't.
And again, my comment is still the same thou.
"HHAHHAHAHAHAHHAHAHAHAHHAAHAHA"
Mean -.-"
Post a Comment