Restoran sangat sibuk hari itu. Mungkin juga karena didukung dengan cuacanya yang sangat dingin, membuat orang-orang kelaparan. Bagiku, sekalian mengobati rindu sekaligus menghangatkan diri sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Lagipula Si Ayang bisa bawel seperti nenek-nenek jika aku mendadak hipoglikemi (tidak paham dengan apa itu hipoglikemi? Well, setelah pacaran dengan Si Ayang baru aku sendiri tahu apa itu). Aku sedang menikmati ketoprakku ketika seorang perempuan yang usianya melampaui usia Mama menghampiriku, bertanya apa ia boleh berbagi meja denganku. Aku mengiyakan karena kulihat tak ada lagi meja kosong.
Selang beberapa waktu kami hanya menikmati makanan masing-masing tanpa saling berucap kata. Namun entah siapa yang memulai, percakapan pun akhirnya mengalir di tengah dengungan obrolan orang-orang di sekitar kami. Ia, perempuan asal Indonesia, kini hidup sendirian di sini, tanpa suami dan anak. Suami dan orang tuanya sudah meninggal, anak juga tak punya. Sanak saudara tinggal di berbagai belahan dunia lainnya dan ia sendiri sudah nyaris puluhan tahun tak pernah pulang ke Indonesia. Dalam hati aku merasa sedikit iba. Maksudku, betapa sepinya hidupnya. Di usia tua tapi harus hidup sendirian. Namun kemudian aku sadar bahwa hidup seperti itulah yang sedang kutuju...
Obrolan berlanjut sambil kami menyantap hidangan. Dan betapa herannya aku ketika dengan mudahnya aku meceritakan sepenggal kisah hidupku kepada seorang asing. Ia termasuk seorang yang ramah, membuatku nyaman mengobrol dengannya. Ia banyak bertanya tentangku dan banyak memberiku nasehat serta tips menghadapi cuaca Melbourne. Namun satu perkataannya yang paling kuingat, katanya "Tante bisa lihat kalau kamu termasuk orang yang mau maju dan mau bekerja keras. Jadi apapun itu tujuan dan cita-citamu, pasti bisa kamu raih." Well, entah bagaimana caranya ia bisa melihat hal itu dalam diriku dari sebuah pertemuan dan obrolan singkat. Tapi kuamini saja perkataannya.
Kami akhirnya selesai makan dan memutuskan untuk berdiri demi memberi kesempatan bagi pengunjung lain. Di persimpangan kami berpisah dan ia sempat berkata, "Kapan-kapan kita bertemu lagi ya, Nak."
Ketika aku berjalan ke arah yang kutuju baru aku sadar bahwa kami tak pernah bertukar nama. Mungkin suatu saat nanti...
13 comments:
Tulisan ϓªήğ " ringan.☂άρĩ menyenangkan untuk difikirkan"...
I really wish you will meet her again, Rae :)
Just for a melancholic reason, a story of a fateful meet up like that always brightens up my day any time.
Semoga bertemu lagi dengan beliau ya, Rae.
Aku senang baca tulisan ini, simpel dan menarik. Ngomong-ngomong, sama si ibu pake bahasa Indonesia?
RF.
Iya dong, Bahasa Indonesia. Meski ada campur-campurnya dikit sih sama English. :))
Well, next time we meet, I'd definitely ask her name. Haha.
Mikir itu emang menyenangkan ya... Hehehe
Jangan2 itu tante aku lagi rae, xixixi..
Bercanda rae, tapi aku emang ada saudara di sana rae.
jadi kalo aku main2 di sana kamu jadi guidenya ya rae. :)
Good job and good luck rae......
Boleh, bayarnya per hour. :))
Bayarnya pakai rupiah, dollar, ringgit, euro, atau yen nih? :)
Asal jangan bayar pakai heart aja. Xixixi
bercanda lah rae, ya tinggal liat aja jadi gak bokapku kirim aku kesana. Thx ya rae
Dolar deh, dolar :)) Dikirim pakai cargo? Lol.
Pakai JNE aja gimana rae??? LoL
Hehm dollarnya yang gambar kamu itu kah rae? :)
Kalo swiss bisa gak jadi guide rae??? Soalnya saudara married di sana rae.
Maav rar kalo misalnya banyak balasnya, soalnya banyak temen yang minta konsultasi sama aku. Jadinya aku mau balas ini, eh banyak yang ganggu jadinya aku gak tau deh udah terkirim belum rae. I'm so sorry rae.
"Maksudku, betapa sepinya hidupnya. Di usia tua tapi harus hidup sendirian. Namun kemudian aku sadar bahwa hidup seperti itulah yang sedang kutuju..."
-> ada gua ci, tenang2...hahah :) :)
Post a Comment