Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Thursday, 17 May 2012

How do I tell my mom?

Kebiasaan gue berdiam diri dan malas membuka mulut itu seperti anugerah sekaligus kutukan buat gue sendiri. Di satu waktu, pepatah "diam adalah emas" itu memang membawa keuntungan tersendiri, yang artinya selalu menjauhkan gue dari masalah. Masalah bisa timbul karena mulut, bukan? Namun di lain waktu, pepatah tersebut seperti bara api di ubun-ubun. Panas menyengat. Apalagi ketika ada sesuatu yang harus gue katakan, tetapi tidak sanggup mengungkapkannya.

Sepertinya gue terlalu terlena dalam diam. Terlena dengan kenyamanan dan ketenangan yang ditawarkannya, sampai-sampai gue lupa untuk berbicara. Bahkan untuk mengungkapkan secara lisan sebuah pemikiran yang paling sederhana pun gue mulai kesulitan. Rasanya gue tidak mampu menemukan kata-kata. Menulis blog menjadi pelarian yang paling sempurna, namun juga semakin meninabobokan kemampuan berbicara secara lisan.

Beberapa hari setelah gue kembali dari luar kota, gue menerima email yang isinya berupa Letter of Offer dari universitas tempat gue mendaftar untuk jenjang pendidikan S2. Jadi, setelah waktu lalu gue mengutarakan keinginan gue untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, tak tanggung-tanggung gue langsung mencari informasi sana-sini, browsing berjam-jam, dan melakukan panggilan telepon dengan beberapa agency. Dan itu semua gue lakukan tanpa sepengetahuan Mama. Gue bahkan harus main kucing-kucingan ketika menghadiri sebuah pameran studi di luar negeri yang diadakan oleh salah satu agent setempat. Semua persiapan dokumen dilakukan secara diam-diam, dengan dibantu oleh Q dari Portland sana.

Inilah inti permasalahannya. Sekarang, setelah gue mendapat tawaran dari universitas yang bersangkutan, gue jadi kelimpungan sendiri. Memang tawaran tersebut masih berupa Conditional Offer, yang artinya gue masih punya hutang memasukkan nilai IELTS. Namun secara prosedur gue sudah mendapatkan tempat untuk melanjutkan kuliah di sana. Malahan untuk intake-nya bulan Juli ini, yang gue pikir terlalu cepat. Oleh karenanya, gue tunda hingga Febuari tahun depan. Meski begitu, gue harus bilang sama Mama dari SEKARANG. Karena masih ada banyak persiapan yang harus dilakukan. Itu juga kalau Mama setuju...

Mungkin... mungkin itu yang membuat gue sedikit ragu untuk bilang ke Mama. Mungkin karena gue takut Mama tidak setuju. Gue takut jika harus menghadapi kenyataan bahwa impian gue sekali lagi harus terlepas dari genggaman. Sungguh, rasanya seperti menggenggam jeli licin yang berkali-kali hampir saja terselip di sela jari. Entahlah, mungkin memang benar adanya bahwa ketakutan dan kecemasan bisa membuat seseorang justru tidak melakukan apa-apa. Dalam kasus gue, membuat gue kehilangan kemampuan untuk mengatakan sesuatu kepada Mama, yang seharusnya merupakan orang terdekat gue.

Pikiran bahwa kemungkinan Mama tidak setuju, masih juga ditambah lagi dengan rasa bersalah dan hanya memikirkan diri sendiri. Dengan keadaan sekarang - pekerjaan yang menumpuk dan keadaan keluarga yang bisa dikatakan agak sedikit goyah - apakah pantas gue memikirkan impian gue? Apa setega itu gue harus meninggalkan Mama seorang diri menghadapi semuanya? Lalu bagaimana dengan semua rencana Mama untuk gue dan adik-adik gue? Semua usaha yang selama ini dikerjakannya dengan susah payah, mau dikemanakan semua ini? Bagaimana mengatakan pada Mama bahwa gue punya impian dan rencana sendiri? Bagaimana, bagaimana dan bagaimana?

Ya ampun, memikirkan semuanya itu membuat kepala serasa hampir pecah. Sudah berhari-hari gue uring-uringan sendiri. Dilanda dilema tiada akhir. Bahkan tidur pun dipenuhi kegelisahan. Ingin rasanya mengacak-acak rambut sendiri. Ditambah dengan kurang tidur, membuat segalanya jadi semakin rumit. Seandainya saja ada cara lain untuk memberitahu Mama. Melalui surat? Rasanya kok konyol, ya... Namun jam terus berdetak, dan waktu terus bergulir. Mungkin sudah saatnya gue bersuara. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?

9 comments:

Anonymous said...

alo rae pertama2 aku ingin ucapkan selamat atas beasiswamu,lebih baik km hrs bicarakan masalah ini secepaty sm mamamu,aku yakin mamamu pasti mendukung keinginanmu krn seorang ibu pasti ingin anak2 bahagia.Dan dalam hdp kt hrs memilih yah walaupun dalam pilihan itu kt hrs melepaskan sesuatu yg penting dlm hdp.Rae kejarlah mimpi2mu.Jiayo rae.Ingat kesempatan tdk dtng 2 x.sory comen y kepanjangan

Rae said...

Nah itulah susahnya. Memilih.

Ps. Dear Ano, saya penasaran, kamu teh siapa? Nama dong. Huehehehe. (Masih aja sempat penasaran, ya? )

Anonymous said...

ih rae msh sempat y penasaran.oh iya kt blm kenalan y?aku ’’Ritz’’*sambiljabattangan*yg jelas aku slh satu fans blog mu hahaha.

Rae said...

Hahaha. Baiklah, baiklah. Salam kenal, Ritz. Selamat membaca curcol dan ocehan tak jelas di sini. Hehe.

Btw, kamu pemilik hotel Ritz Carlton, ya? :p

Anonymous said...

hahahaha bukanlah,itu kan hanya nama samaran hehehe.tapi gak apa2 aku coment blog mu ini.kadang2 yg km curhatin disini hmpr sama kaya kehidupanku hehehe,apa karena kt sama2 taurus x yah.

Rae said...

Oh, wahai sesama Taurus. Salam seruduk. Hehehe.

Anonymous said...

Pernah gak beliau nanya apa yg lu inginkan atau lu mau jadi apa?
-ole

Anonymous said...

iya salam seruduk jg.

Rae said...

Hmmm...