Unless it's photographed by me, all pictures are taken from vi.sualize.us or Google Image

Monday, 28 January 2013

Mother and I

Semalam aku mengobrol dengan Mama hingga larut. Banyak hal yang kami bicarakan, termasuk aku mendengarkan keluh-kesah Mama mengenai masalah ini dan itu. Kalau kupikir-pikir, seringkali aku merasa sulit untuk berkomunikasi dengan Mama. Entah karena Mama yang terlalu sibuk dengan urusan ini-itu sehingga membuatku tidak ingin menambah beban pikiran Mama dengan masalah pribadiku, atau karena memang aku merasa ada sedikit jarak di antara kami. Tapi apapun itu, ada saat-saat di mana aku dan Mama bisa mengobrol leluasa seperti tadi malam.

Aku bukan tipe anak yang bisa bermanja-manja, tidak seperti Si Bungsu yang bisa dengan leluasa bergelayutan atau minta dikelonin Mama. Makanya aku ini dibilang kurang ekspresif, sehingga Mama kadang berpikir aku ini tidak peduli. Mama pun akhirnya mengakui kalau sebenarnya ia rindu untuk bisa mengbrol denganku. Ia rindu untuk mengeluarkan segala isi hatinya kepadaku karena sebetulnya sedang ada masalah pelik yang kami hadapi. Apalagi aku adalah anak perempuan satu-satunya. Aku tentu saja merasa bersalah karena selama ini seringkali aku menjadikan perbedaan pendapat di antara kami sebagai alasan untuk memunculkan jarak.

Aneh ya, betapa aku merasa Mama sulit memahamiku, tetapi Mama justru tahu makanan kesukaanku bahkan sampai warna favoritku. Mama tahu aku tipe anak yang seperti apa, meski kadangkala ia masih juga memaksakan keinginannya agar aku, juga kedua adikku, sama sepertinya. Mulai dari karakter, cara berpikir, sampai dengan cara melakukan bisnis. Namun di lain waktu, ia tahu betul hal apa yang kusukai dan yang tidak kusukai. Mama memang tumbuh dengan didikan yang keras dari Oma sehingga menjadikan ia seorang yang tegas. Sekali saja Mama bersuara keras, orang-orang pasti ketakutan, termasuk aku. Namun ketika aku bisa memaklumi keadaan Mama, saat itu juga kami bisa mengobrol dari hati ke hati.

Sekarang ini, dengan waktu kepergianku yang kian singkat ini, aku jadi semakin memikirkan Mama. Maksudku, aku mengkhawatirkan keadaan Mama di sini. Ketika aku pergi, tidak ada lagi yang menyetiri ia kemana-mana. Memang teknologi saat ini memudahkan kami untuk tetap bisa berkomunikasi, namun tidak akan sama jika aku berada di sini. Pokoknya banyak hal yang memenuhi kepalaku saat ini. Bukannya aku tidak kepingin pergi lagi, hanya saja aku sangat mengkhawatirkan banyak hal di sini, terutama Mama.

Ketika aku mengutarakan kekhawatiranku itu, Mama malah justru berkata, "tidak usah terlalu kamu pikirkan. Justru Mama yang khawatir dengan keadaanmu di sana nanti. Yang paling penting kamu harus membuktikan bahwa kamu bisa berhasil." Kemudian diikuti dengan nasehat agar aku selalu rajin berdoa, jaga diri, dan jangan sampai lupa menikah. Tetap deh, yang terakhir itu tidak ketinggalan.

Meskipun sampai detik ini aku masih khawatir, bahkan juga ketika aku tiba di sana dan memulai kehidupan yang baru di sana, aku tidak akan pernah berhenti khawatir. Satu keinginanku, yaitu bisa memboyong Mama ikut denganku suatu saat nanti. Aku baru akan berhenti khawatir jika Mama sudah bersamaku lagi.

Satu hal yang sudah pasti akan kurindukan yaitu bisa mengobrol dengan Mama sebelum tidur, atau menyetirinya ke tempat tujuan sambil mendengarkan ocehannya sepanjang perjalanan. Pokoknya akan ada banyak hal yang kutahu pasti akan kurindukan dari Mama. Dan aku berharap bahwa suatu saat nanti bisa membuat Mama hidup senang, tidak perlu lagi memikirkan beban keluarga. Hanya menikmati sisa hidup saja, sambil ia melakukan hal yang sejak dulu sudah menjadi kerinduannya, yaitu melayani.

1 comment:

Anonymous said...

Pasti terwujud (9'̀⌣'́)9